Sistem helikopter jenis Black Hawk termasuk salah satu yang diretas.
Peretas Cina kembali dikabarkan telah mengakses sistem pertahanan Amerika Serikat. Kali ini yang diakses adalah desain puluhan sistem persenjataan canggih negara adidaya itu, seperti dilaporkan sebuah media AS.
Koran Washington Post mengabarkan, sebuah dokumen dari Pentagon menyatakan bahwa beberapa sistem persenjataan yang diretas itu antara lain adalah desain pesawat tempur, kapal dan misil untuk pertahanan.
Sistem persenjataan yang telah disusupi termasuk sistem rudal canggih yang disebut PAC-3, sebuah sistem antirudal bernama Thaad, dan sistem pertahanan antirudal balistik Aegis milik Angkatan Laut.
Pesawat jet tempur jenis F/A-18, pesawat jenis V-22 Osprey, helikopter Black Hawk dan pesawat Angkatan Laut yang baru Littoral Combat Ship juga telah diretas.
Selain itu, sistem persenjataan paling mahal yang pernah ada yaitu F-35 Joint Strike Fighter, juga termasuk dalam daftar sistem keamanan yang diretas.
Koran itu tidak menyebutkan sejauh mana pencurian informasi ini berlangsung. Hanya saja, korespondennya menyatakan bahwa aksi ini dapat memberikan informasi kepada Cina tentang persenjataan yang bisa dipakai untuk menghadapi AS dalam situasi konflik.
Juru bicara Pentagon mengatakan bahwa "penyusupan" ini tidak mempengaruhi sistem teknologi mereka.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Departemen Pertahanan AS, George Little, menyatakan bahwa Pentagon tetap "percaya diri dengan sistem persenjataan kami."
"Departemen Pertahanan sangat serius terhadap ancaman kegiatan spionase dan keamanan cyber. Karena itulah, kami telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan," kata dia.
"Pernyataan bahwa penyusupan ini telah mengganggu sistem keamanan dan teknologi kami adalah tidak benar," ujarnya.
Sebelumnya, Klik peretas Cina juga dikabarkanKlik mengakses sistem keamanan gedung intelijen Australia. Namun Australia mengatakan hal ini tidak mengganggu hubungan diplomatik kedua negara itu.
Pada Januari lalu sebuah laporan yang dikeluarkan oleh para ahli yang berasal dari kalangan sipil dan tergabung dalam Defense Science Board mengatakan bahwa AS tidak siap menghadapi serangan cyber secara menyeluruh.
Defense Science Board tidak menjawab permintaan BBC untuk berkomentar mengenai hal ini.