Created on Friday, 31 May 2013 08:35 Published Date
Nusa Dua, GATRAnews - Pertumbuhan industri keuangan syariah yang kinclong ternyata belum mencapai efisiensi kinerja yang bisa berperan besar dalam pembangunan perekonomian. Karenanya perlu diberi insentif dan ditata agar lebih baik. Padahal kecepatan industri keuangan secara global tengah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Saat ini industri keuangan syariah telah hadir di sekitar 75 negara dengan 350 institusi keuangan syariah. Sedangkan total asetnya secara global telah mencapai sekitar US$ 1 triliun-2 triliun.
Di Indonesia sendiri, industri perbankan syariah tumbuh lebih dari 35% dengan perfoma pinjaman yang bagus. Aset yang dimiliki bank syariah di Indonesia telah mencapai sekitar Rp 214 triliun. Terutama berasal dari perbankan sekitar 54% dan Sukuk 36%. Namun kemajuan itu juga perlu diperbaiki mutunya lagi. Karena ada wacana perlu meninjau kembali esensi dan tujuan industri keuangan syariah, serta menggali sumber-sumber pertumbuhan yang baru guna menjaga keberlangsungan industri ini.
Latar belakang ini menjadi salah satu tema dalam acara 3rd Bank Indonesia International Seminar On Islamic Finance yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali tanggal, 30 Mei -31 Mei 2013. Seminar ini mengambil tema A New Phase of the Islamic Finance: Capturing the Untapped Area to Improve the Quality of Economic Development. Kegiatan ini merupakan forum tahunan yang dihadiri oleh para praktisi, akademisi, dan regulator keuangan dan perbankan syariah baik dari domestik dan internasional untuk memperoleh ide, rekomendasi dan memperluas wawasan guna mendorong pengembangan keuangan dan perbankan syariah.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardodjo dalam sambutan pembukaan acara ini menyebutkan, saat ini pemerintah dalam strategi pengembangan industri bank syariah sudah mulai membangun blueprint diantaranya membentuk aturan yang memberikan insentif dalam mendorong pengembangan sektor keuangan syariah, pengembangan infrastruktur, termasuk penyediaan pasar informasi yang akurat, juga proteksi dan pendidikan masyarakat.
Agus menambahkan agar sistem syariah bisa memberikan kontribusi dalam perekonomian, perlu menguatkan sistem keuangan syariah. "Seperti penguatan perbankan syariah juga perbankan umum, pasar keuangan islam, juga menawarkan produk-produk finansial islam yang mendukung pengembangan infrastruktur keuangan syariah," ujar Agus. Untuk tujuan itu, sebenarnya Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan institusi keuangan syariah. Karena populasi masyarakat muslim yang besar, lebih dari 200 juta yang kebayakan merupakan kelas menengah, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan sumber daya yang besar.
Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Darmansyah Hadad, meski perkembangan industri keuangan syariah memuaskan, namun ada beberapa hal yang perlu disempurnakan dari sektor ini. Karena dalam hal kontribusi pedalam perekonomian nasional, bila dibandingkan dengan bank konvensional, keuangan syariah masih minoritas. "Jadi kurang kompetitif dan kontribusinya masih kecil kepada pertumbuhan ekonomi," kata Muliaman.
Selama ini, menurut Mulyaman, di negara-negara yang keuangan syariahnya baru berkembang, operasionalnya lebih terkonsentrasi di usaha mikro dan keci. "Industri keuangan syariah belum memiliki peran besar dalam pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menstabilisasi perekonomian," tukas dia.
Sebab itu, Mulyaman menambahkan, diperlukan ide-ide produktif untuk menangkap pasar dan memperkenalkan perbankan syariah kepada para wirausahawan unbankable. Dengan demikian, kualitas hidup masyarakat yang membutuhkan dapat diperbaiki dengan sektor syariah. "Bagi perbankan syariah, bisa lebih terlibat dalam proyek-proyek syariah yang dampaknya signifikan kepada ekonomi," ujar Muliaman.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah juga sepandangan dengan pendapat bahwa kinerja perbankan syariah saat ini masih kurang efisien, ini bisa dilihat dari gap antara bank syariah terbesar nomor satu dengan dengan nomor dua dan berikutnya. Kondisi ini berbeda dengan bank konvensional. "Kalau di bank konvensional terbesar pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, total asetnya tidak jauh berbeda, tapi untuk di bank syariah, total aset bank syariah terbesar kedua dan seterusnya anjlok dibanding pertama," paparnya.
Ini dikarenakan bank syariah kurang tersedia modal, perhatian terhadap perbankan syariah yang kurang, tertinggal dalam efisiensi, produk perbankan syariah yang masih terkonsentrasi di konsumer sementara produk investasi masih kurang. Karena itu BI akan mendorong bank-bank syariah melakukan ekspansi dengan membuka kantor cabang baru sehingga pangsa pasar perbankan syariah juga meningkat. "Bank syariah yang membuka cabang, ketentuan penambahan modalnya hanya 40% dibanding bank konvensional," katanya. (msw)
Berita Lainnya :