NASIONAL
Jum'at, 31 Mei 2013 00:16 wib
Rizka Diputra - Okezone
JAKARTA - Masyarakat diharapkan dapat membendung arus globalisasi secara kritis dewasa ini. Hal itu guna melestarikan melestarikan nilai, budaya, dan adat istiadat leluhur.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah proteksi bagi budaya suku Batak, Sumatera Utara. Arus globalisasi yang melahirkan deteritorialisasi berpotensi menjadikan masyarakat tidak lagi merasa menjadi suatu kesatuan itu sendiri.
"Bagaimana seharusnya sikap budaya orang Batak memasuki abad mendatang itu? Sungguh dibutuhkan suatu pandangan kritis," kata tokoh Batak, Sumatera Utara Hotman Siahaan dalam acara sarasehan bertema 'Resep Manusia Batak Abad XXII' di Jakarta, Kamis (30/5/2013).
Menurutnya, orang Batak harus memaknai ulang konsep budayanya jika ingin bersikap cerdas dalam menghadapi arus globalisasi. Pasalnya, globalisasi itu sendiri jangan hanya ditafsirkan sebagai internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi atau westernisasi, tetapi juga deteritorialisasi.
"Meski di sisi lain, masyarakat Batak telah dikenal sebagai suku yang kuat mempertahankan akar budayanya meski telah beradaptasi dengan berbagai jenis jaman dan kebudayaan, baik di tingkat lokal, regional, nasional, bahkan global," katanya.
Sementara itu, pemerhati komunikasi digital yang juga tokoh Batak, Alex J Sinaga berpendapat, deteritorialisasi yang terjadi merupakan sesuatu hal yang sangat menarik untuk terus didiskusikan. Negara terutama jangan mau tertinggal oleh kemajuan ditengah derasnya arus globalisasi.
"Information computer technology membuat dunia ini jadi borderless, mungkin ini suatu tantangan buat budayawan Batak," tukasnya.
Ssekadar diketahui, sarasehan Resep Manusia Batak Abad XXII ini turut dihadiri sejumlah tokoh Batak diantaranya Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, Putra Nababan, Sabar Situmorang, dan Rosianna Silalahi dengan pembicara tamu Arswendo Atmowiloto.
(hol)
Berita Selengkapnya Klik di Sini