POLHUKAM
Minggu, 30 Juni 2013 21:56 wib
Fahmi Firdaus - Okezone
ilustrasi
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Fahri Hamzah mengatakan, saat ini pemberantasan korupsi hanya bersifat euforia dan tidak menyentuh akar permasalahannya.
"Ada euforia, ada kebingungan, sehingga sistem pemberantasan korupsi di Indonesia penuh ketidakpastian, kata Fahri, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (30/6/2013).
Menurut Wasekjen PKS ini, ketidakpastian tersebut memakan korban, salah satunya pengusaha Hartati Murdaya yang sebenarnya tidak bersalah dan lebih merupakan korban dari sistem, namun akhirnya divonis menyuap.
Dia menilai masalah korupsi di Indonesia bukanlah kejahatan orang per orang, melainkan lebih dikarenakan sistem. "Untuk memberantas korupsi maka harus dilakukan perubahan mendasar di tingkat sistem. Jika ini dilakukan maka ia optimis dalam waktu dua tahun saja masalah korupsi di Indonesia sudah tuntas asal cara pandang kita terhadap korupsi harus dirubah total," ujarnya.
Namun, Fahri menyayangkan pondasi yang di bangun penegak hukum dalam pemberantasan korupsi justru menjadi sumber masalah. Kesalahan membangun pondasi itu membuat masalah semakin rumit.
"KPK misalnya beranggapan bahwa bangsa ini memiliki kultur korupsi. Mereka mengasumsikan seluruh penduduk sebagai mahkluk korupsi. Itulah cara KPK mengindetifikasikan korupsi," jelasnya.
Munculnya pesimisme dalam pemberantasan korupsi, sambung dia, juga diakibatkan karena aparat memandang korupsi adalah kejahatan orang per orang, bukannya sebuah produk dari sistem.
"Yang diperjuangkan justru sebaliknya mereka menganggap korupsi itu kejahatan orang per orang, sehingga mereka mendukung protokol yang represif dalam pemberantasan korupsi, mereka lompat ke penyadapan orang. Lihat saja mayoritas kasus korupsi yang ditangani KPK itu adalah hasil penyadapan," bebernya.
Lebih lanjut, Fahri mengajak seluruh elemen bangsa untuk menset ulang sistem, sehingga memungkinkan orang melakukan tugas sesuai rambu-rambu yang penuh kepastian. "Itulah esensi negara hukum demokrasi. Aturan terbuka dengan makna yang yang pasti. Institusi lebih transparan sehingga pengawasan itu kuat, dan kultur itu lebih egaliter," tegasnya.
(cns)
Berita Selengkapnya Klik di Sini