Pages

Sabtu, 29 Juni 2013

Changes are afoot at Blogtrottr!
By popular request, we're bringing in paid plans with some cool new features (and more on the way). You can read all about it in our blog post.
Sindikasi welcomepage.okezone.com
Berita-berita Okezone pada kanal welcomepage // via fulltextrssfeed.com
Musim Panas Epik di Rusia
Jun 28th 2013, 16:12

Jum'at, 28 Juni 2013 - 23:12 wib

(koran Sindo) - Koran SI

Sungai Neva di Saint Petersburg, kerap disebut Venice of the North (Foto:

Sungai Neva di Saint Petersburg, kerap disebut Venice of the North (Foto:

MUSIM panas telah tiba. Sebagian penduduk dunia, terutama yang tinggal di negara empat musim, bersukacita menyambut hangatnya sinar matahari dan kemeriahan festival.

Rusia, tempat visi historis dan estetika ala Eropa Barat mesra berdampingan dengan peninggalan raksasa komunisme, pun turut serta merayakannya. Sengaja saya berkunjung pada musim panas karena alasan menghindari musim dingin Rusia yang konon kejam–meskipun sebenarnya suhu udara pada bulan Juni masih terasa dingin bagi "tubuh tropis" saya. Asyiknya lagi, waktu siang kala musim panas sangatlah panjang sehingga saya memiliki waktu ekstra untuk beraktivitas.

Di belahan paling utara dan selatan bumi, fenomena ini dikenal dengan julukan "white nights". Kesan pertama tiba di Rusia tidak seseram yang saya bayangkan. Russkiy, yang berarti orang Rusia, seperti orang Eropa pada umumnya. Mereka memiliki ekspresi muka yang datar dan berjalan cepat. Soal bahasa Inggris, tidak banyak orang Rusia yang menguasainya.

Kendati demikian, kebanyakan dari mereka mau berusaha menjawab jika orang asing bertanya. Setibanya di Moskow, saya langsung menuju Stasiun Leningradsky untuk mengejar kereta yang akan membawa saya ke Saint Petersburg. Kereta yang saya tumpangi bukanlah kereta peluru yang hanya mengambil waktu sekitar 3 jam untuk rute berjarak kurang lebih 1.000 km. Ya, jika Jepang memiliki Shinkansen, di Prancis ada TGV, maka Rusia pun punya kereta peluru bernama Sapsan.

Namun, harga bangku termurah di kereta Sapsan yang hampir mencapai Rp1 juta mengurungkan niat saya untuk mementingkan kenyamanan. Alih-alih, saya menumpang di kelas termurah rangkaian kereta dengan lokomotif tua ala era Soviet yang memakan waktu sekitar delapan jam untuk jarak yang sama.

Harga tiketnya sekitar 900 rubel atau kurang lebih Rp270.000. Harga yang sangat terjangkau, mengingat 1.000 km bukanlah jarak yang dekat. Jujur saja, meskipun itu kelas termurah, tempat duduk yang tersedia masih lebih empuk ketimbang kelas bisnis di rangkaian kereta Indonesia.

Serba-serbi Saint Petersburg
Sekitar pukul 23.00 waktu setempat, saya tiba di Moskovsky Vokzal (Stasiun Moskow) di Saint Petersburg. Sebelumnya saya telah diperingatkan untuk tidak berkeliaran sendiri di kota itu pada malam hari karena alasan keamanan. Akan tetapi, "white nights" menyulap hari yang seharusnya sudah gelap menjadi seperti baru menjelang senja dengan warna twilight-nya yang khas.

Suasana masih ramai di luar, ditambah lagi saya dijemput oleh seorang teman yang merupakan orang lokal sehingga kekhawatiran pun hilang. Dua minggu berada di Saint Petersburg, kebanyakan waktu saya habiskan untuk mengunjungi berbagai tempat wisata. Namun, karena ditemani seorang Peterburgskiy (panggilan untuk orang yang berasal dari Saint Petersburg), saya juga berkesempatan melakukan kegiatan musim panas yang biasa dilakukan Petersburgskiy lainnya, seperti menyaksikan konser-konser musik, mengunjungi dacha (rumah pedesaan/kabin musim panas) sambil menghangatkan tubuh di banya (sauna tradisional Rusia), berbaring di rerumputan taman-taman kota sambil membaca buku, dan lain sebagainya. Bisa dibilang atraksi utama Saint Petersburg ialah bangunan-bangunan kuno bergaya baroque dan neoklasik yang sangat terawat.

Saya pribadi sangat terkesan dengan beberapa bangunan yang tersebar di pusat kota, seperti Peter and Paul Fortress, Church of the Savior on the Spilled Blood, Kazan Cathedral, St Isaac's Cathedral yang merupakan gereja tertinggi di Eropa dengan kubah berlapis emasnya yang terlihat begitu indah, serta Winter Palace yang dahulu merupakan istana utama para tsar kerajaan Rusia.

Sebenarnya saya bukan tipe orang yang menyukai museum. Namun, mengunjungi Museum Hermitage, yang merupakan bagian dari kompleks Winter Palace, merupakan keputusan terbaik yang pernah saya buat. Bisa dibilang museum ini berdiri sejajar dengan museum-museum kelas dunia lainnya, sebut saja Guggenheim, Louvre, dan lain-lain. Museum Hermitage tercatat sebagai salah satu museum terbesar dan tertua di dunia.

Berdasarkan brosur resminya, jumlah item koleksi yang ada di museum ini mencapai 3 juta lebih, termasuk koleksi lukisan termasyhur di dunia; karya-karya Van Gogh, Rembrandt, Leonardo da Vinci, dan pelukis terkenal lainnya. Emas juga tersebar di mana-mana, mulai kursi, jam, langit-langit bangunan, pintu, singgasana, semuanya berlapis emas.

Nah, yang lebih mencengangkan lagi, yakni koleksi peninggalan sejarah Mesir yang menempati satu lantai khusus; mulai artefak, perhiasan, hingga harta kekayaan raja-raja Mesir yang ditemukan di dalam kuburan atau piramid. Belum lagi reliefrelief kuno dari Mesopotamia (Irak) dan peninggalan Raja Nimrod.

Luky Hermawan
Traveler

mobile Nikmati berita terikini lewat ponsel Anda di m.okezone.com & bb.okezone.com untuk BlackBerry

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions