Unjuk rasa buruh di Kamboja menuntut kenaikan upah bermula pada tanggal 21 Mei lalu.
Ribuan buruh bentrok dengan polisi antihuru-hara di pabrik subkontraktor perusahaan olahraga Amerika Serikat, Nike.
Insiden terjadi saat polisi berupaya membubarkan konfrontasi antara buruh yang mogok dan mereka yang bekerja.
Buruh yang mogok menginginkan agar pemilik pabrik -yang berada di luar ibukota Kamboja, Phnom Penh- meningkatkan gaji mereka sekitar US$14 menjadi US$88 dolar (sekitar Rp800.00) per bulan.
Unjuk rasa di pabrik milik Taiwan, Sabrina Garmen Manufacturing itu dimulai tangal 21 Mei lalu atas tuntutan kenaikan gaji.
Polisi menggunakan kekerasan saat polisi menutup jalan utama di luar pabrik dan diduga menyebabkan dua pekerja wanita yang hamil, keguguran.
Juru bicara serikat buruh Kamboja, Son Vanny, mengatakan anggota mereka saling melempar kayu dan batu dengan buruh yang menentang mogok.
Vanny mengatakan kepada kantor berita Associated Press, polisi antihuru-hara yang datang kemudian mulai memukuli buruh.
Sementara itu, polisi mengatakan mereka terpaksa turun tangan setelah buruh mulai melempar batu ke arah pabrik dan pecah bentrokan antara buruh sendiri.
"Kami harus membubarkan mereka untuk melindungi pabrik," kata Kheng Tito, juru bicara polisi kepada kantor berita AFP.
Kamboja akan menyelenggarakan pemilihan umum tanggal 28 Juli. Perdana Menteri Hun Sen -yang memimpin Kamboja sejak 1985- diperkirakan akan terus menjabat.
Industri tekstil yang mempekerjakan sekitar 650.000 orang memproduksi berbagai merek untuk ekspor dan merupakan salah satu sumber devisa Kamboja.
Kamboja mendapatkan sekitar US$4,6 miliar dari ekspor garmen tahun lalu namun sejumlah pemogokan menunjukkan masih rendahnya upah buruh di negara itu.