Created on Friday, 15 November 2013 17:37 Published Date
Jakarta, GATRAnews - Pemulangan buronan terpidana kasus korupsi BLBI atas pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra (Djoker), semakin tidak jelas. Bahkan keberadaannya kini sulit terdeteksi.
Jaksa Agung Basrief Arief, di Jakarta, Jumat (15/11), mengatakan, sulitnya memburu dan memulangkan Djoker dari luar negeri merupakan imbas vakumnya upaya Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi, menyusul belum ditetapkannya wakil jaksa agung yang merupakan ketua tim ini oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Berkaitan Djoko, tim terpadu di bawah koordinasi ketuanya, wakil jaksa agung, sekarang masih vakum," ucap Basrief.
Meski demikian, tegas Basrief, kekosongan wakil jaksa agung atau ketua tim pemburu koruptor tidak mempengaruhi pengejaran Djoko. Pasalnya, tim pemburu koruptor tetap berjalan melakukan pelacakan buronan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, 11 Januari 1999 itu.
Menurutnya, tim pemburu koruptor merupakan tim terpadu pencarian terpidana dan aset-asetnya dibawah koordinasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pihaknya masih berkoordinasi dengan pihak luar negeri untuk memburu Djoko.
Seperti diketahui, Djoker meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009.
Setelah meninggalkan Tanah Air, Djoker menjadi warga negara Papua Nugini menggunakan dokumen palsu. Kejaksaan Agung telah berkoordinasi dengan pihak Papua Nugini untuk bekerjasama dalam pemulangan terpidana kelas kakap itu. Namun, keberadaan Djoko hingga saat ini belum diketahui.
Pemerintah RI dan Papua Niugini telah menandatangani nota kesepahaman mengenai perjanjian ekstradisi kedua negara di Istana Merdeka, Senin (17/6). Perjanjian ekstradisi tersebut diharapkan dapat menjadi jalan keluar dari proses pemulangan Djoker yang berlarut-larut.
Djoko merupakan terpidana yang telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara, denda Rp 15 juta dan membayar uang pengganti Rp 54 miliar. (IS)
Berita Lainnya :