Angela Merkel menilai tindakan AS menyadap teleponnya "tidak pantas".
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, perilaku memata-matai diantara sesama negara sahabat merupakan tindakan "tidak pantas", menyusul tuduhan AS melakukan penyadapan telepon genggamnya.
Merkel mengatakan, dia telah menyampaikan pesan itu kepada Presiden AS Barack Obama ketika mereka berbicara pada Rabu, 23 Oktober lalu.
Di sela-sela hari pertama pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels, Belgia, Merkel mengatakan bahwa Prancis dan Jerman ingin Klik mengadakan pembicaraan dengan AS untuk menyelesaikan masalah klaim penyadapan itu.
Para pemimpin Uni Eropa lainnya juga menyuarakan keprihatinan tentang tuduhan tindakan penyadapan AS.
Media-media Jerman melaporkan, Merkel telah menuntut agar AS memberikan "penjelasan lengkap" terkait Klik klaim penyadapan telepon itu.
Ada kekhawatiran permasalahan klaim penyadapan telepon ini dapat menganggu perundingan Uni Eropa-AS tentang isu penting perdagangan bebas.
Ketua Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD), Sigmar Gabriel, mengatakan kesepakatan itu sulit dicapai apabila AS telah melanggar privasi warga negara lain.
Dalam perkembangan terpisah, mingguan Italia L' Espresso melaporkan, AS dan Inggris telah memata-matai jaringan internet Italia dan lalu lintas telepon.
Pemberitaan ini didasarkan pada dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden.
Dugaan penyadapan telepon genggam berawal dari kesaksian Edward Snowden.
Tuduhan itu menyebutkan bahwa Badan Keamanan Nasional AS, NSA, dan Badan Intelijen Inggris, GCHQ menyadap akses telekomunikasi Italia.
Perdana Menteri Italia Enrico Letta menggambarkan tuduhan ini sebagai "tidak terbayangkan dan tidak bisa diterima" dan dia mengatakan ingin mendapatkan kebenaran dari dua negara tersebut.
Sementara itu, surat kabar The Guardian melaporkan bahwa NSA telah memantau telepon genggam 35 pemimpin dunia. Pemberitaan ini juga didasarkan keterangan Edward Snowden.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte menyatakan tuduhan memata-matai telepon genggam Angela Merkel merupakan "persoalan serius".
Adapun Perdana Menteri Finlandia, Jyrki Katainen, mengatakan: "Kita harus mendapatkan klarifikasi apa yang telah terjadi dan kita juga membutuhkan jaminan bahwa ini tidak akan pernah terjadi lagi, jika itu memang telah terjadi."