GAYA hidup yang kurang sehat dengan mobilitas tinggi serta pola makan yang salah mendorong masyarakat perkotaan rentan terkena penyakit degeneratif. Bahkan, perilaku makan yang salah, ternyata juga menjadi penyumbang terbesar sebagai penyebab munculnya penyakit tersebut.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dalam dua tahun terakhir berkampanye untuk melakukan gerakan hidup sehat dengan mengurangi karbohidrat dan makanan yang mengandung tepung terigu. Tujuannya, untuk mengurangi porsi makanan yang memiliki angka glikemik indeks (GI) yang rendah serta gluten yang tak baik untuk kesehatan.
"Apa yang saat ini dikerjakan di Depok, agak berbeda soal ketahanan pangan, Depok tekankan untuk upaya mengubah mindset dari konsumsen yang sudah salah perilakunya. Komunitas perkotaan perilaku makannya yang salah. Banyak penyakit degeneratif, sangat menggejala di komunitas perkotaan," kata Nur Mahmudi yang juga didaulat menjadi Wali Kota Teladan dalam Gerakan Diversifikasi Pangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Menurut Ahli Teknologi Pangan A&M Texas University ini, penyakit degeneratif justru menyedot biaya publik jauh lebih besar daripada penyakit lain. Umumnya, kata dia, masyarakat perkotaan, tidak memiliki kecukupan sumber pangan dari produksi sendiri, namun pada waktu yang sama mempunyai buying power cukup tinggi.
"Sayangnya, orang yang punya buying power tinggi, justru dihadapkan dengan salah tadi, tak gunakan kecerdasan untuk memilih jenis makanan yang lebih friendly, justru mengumbar dengan jenis makanan camilan yang menumbuhkan selera tinggi, garam, lemak, gula," paparnya.
Memang secara metabolisme tubuh seluruh zat tersebut diperlukan. Namun, kata dia, dalam perjalanannya justru makanan - makanan tersebut telah berhasil membujuk dan meninabobokan masyarakat dan membuat ketagihan.
"Kalau enggak manis enggak makan, enggak minum. Jelas gula, laku. Makanan berbasis lemak pasti laku karena gurih. Terpesona terhadap rasa asin, manis, dan gurih dari minyak. Kelebihan garam bisa hipertensi, kelebihan tepung dan gula bisa diabetes, gendut, obesitas," paparnya.
Karena itu ia mengajak masyarakat perkotaan untuk mulai mengurangi ketergantungan kepada beras atau nasi dari padi. Yakni bisa dimulai dengan kegiatan Sehari Tanpa Nasi (One Day No Rice), atau pola dua - satu yakni dua kali sehari makan makanan non beras, dan satu kali sehari boleh makan nasi.
"Lemak perlu juga sebagai pembawa vitamin, mengandung aneka bahan - bahan metabolisme kita. Di kala berlebihan justru jadi penyakit. Jadilah konsumen cerdas. Pilih jenis karbo yang low GI. Terigu kini dikenal memiliki bahan kandungan gluten, makin yang justru dijauhi penderita autis," tutupnya. (ind)