Created on Wednesday, 30 October 2013 11:19 Published Date
Jakarta, GATRAnews - Satu lagi produk film bencana massal karya sineas Korea Selatan setelah The Tower dan May 18. Kali ini The Flu, berkisah soal penyebaran virus flu burung mutasi H5N1 yang terjadi di Korea Selatan, karena dibawa oleh pendatang alias imigran gelap yang diselundupkan di kota Bundang. Ternyata hampir semua imigran tersebut tewas, dan satu orang melarikan diri keluar.
Jenazah yang tewas menularkan virus flu berbahaya yang menyebabkan kematian kepada orang yang membuka bunker. Tak lama orang tersebut menularkannya kepada banyak orang yang ia temui lewat bersin.
Ribuan kasus flu yang menyebabkan kematian mendadak menyebabkan kekacauan massal. Dalam keadaan itu, dokter Kim In-hae (Soo Ae) harus berjuang menemukan obat penyelamat. Sementara itu ia tak mengetahui putrinya Mireu (Park Min-ha) tertular virus tersebut.
Seorang petugas pemadam kebarakan yang sempat menyelamatkan tas In-hae, Kang Ji-goo (Jang Hyuk) terlibat dalam kekacauan ini dan menjadi dekat dengan Mireu.
Cepatnya penyebaran virus menyebabkan pemerintah Korea harus mengisolasi Buntang dan mengambil tindakan dengan memisahkan mereka yang tertular untuk dikarantina. Keadaan semakin tak terkendali ketika yang tertular makin banyak, bagaimana presiden Korea Selatan membuat pilihan menyelamatkan negara, apakah harus diambil dengan mengorbankan massal rakyat Buntang, juga diceritakan dalam The Flu.
Jika dibandingkan dengan film Hollywood bertema awal hampir serupa, yaitu Contagion, The Flu tidak terlalu repot menjelaskan secara ilmiah bagaimana virus tersebut bermutasi dan menulari manusia sehingga menyebabkan kematian yang mengenaskan. Alur cerita dibuat dengan fokus pada usaha bertahan hidup (curvival) dan kekacauan situasi yang terjadi, mirip seperti film bencana Hollywood ala Rolland Emmerich atau film bencana zombie seperti Dawn of The Dead atau World War Z.
Kesampingkan usaha uilmiah, namun nikmati saja sajian dramatis dan laga di dalamnya. Meski ceritanya berpotensi dan dikemas dengan gaya Hollywood, The Flu masih memiliki titik kelemahan yang membuat kisah kekacauan ini seolah kering di beberapa bagian.
Misalnya saja karakter In-hae yang tak memiliki ikatan emosional dengan penonton alias tak simpatik, ia seolah hanya menjadi . Padahal di film-film bencana biasanya oemeran utamanya yang akan menajdi pahlawan tentu harus menarik simpati dari tindakan-tindakan positfnya, namun naskah film ini tak terlalu memberi ruang.
Ambil contoh ketika In-hae ingin menyelamatkan Mire yang dibuang setelah ketahuan tertular virus, padahal ia harus meneliti dan menemukan antibodi dari flu yang bisa dilakukan jika orang pembawa virus yang selamat ditemukan. Yang ia katakan hanya "Putriku membutuhkan ibunya," dimana sebagai alasan itu tak cukup meyakinkan atau menggugah perasaan, malah menimbulkan keheranan apakah egonya sebagai doker melebihi rasa tanggung jawabnya?
Agak berkebalikan dari In-hae, karakter Ji-goo lebih mudah disukai, bahkan berhasil membangun simpati serta meyakinkan sebagai hero (penyelamaat) penting dari dua karakter lainnya. Beberapa bagian dari Tehe Flu sebenarnya cukup emosional, kritis, dan mendebarkan. Perlahan namun pasti, akting dari para aktornya dilakukan dengan intens, sehingga film dapat terbangun dengan seru.
Gaya Hollywood blockbuster ini digabung dengan pengarahan yang cukup intim dan kisah yang menyenggol nurani, seberapa tinggi rasa kemanusiaan jika semua orang harus nerjuang mempertahankan hidupnya? Masih adaakah yang disebut cinta di tengah situasi hidup dan mati yang menguras tenaga? Belum lagi alur cerita yang lumayan lambat dan terasa memasukkan terlalu banyak karakter di luar tiga yang utama.
Salah satu bagian terlucu adalah bagaimana film ditangani dengan gaya penceritaan Hollwyood, namun memberikan penggambaran yang menggugah patriotisme dan sinisme terhadap politik ikut campur Amerika Serikat yang mengaduk-aduk negara lain. Sosok presiden Korea Selatan menjadi penting, sepenting Morgan Freeman sebagai presiden AS di film Rolland Emeerich.
Cara yang pintar menggugah patriotisme tentunya. Tak ketinggalan bagaimana pergerakan rakyat dan tentara yang baku hantam dan saling bersitegang dibuat dengan apik, serta adegan penting di lapangan pembakaran menjadikan The Flu film yang menunjukkan keseriusan sinema Korea menggarap thriller bencana yang tak kalah dari kelas Hollywood papan atas. (*/Ven)
Berita Lainnya :