Created on Thursday, 03 October 2013 10:30 Published Date
Jakarta, GATRAnews - Meski putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat, namun dengan ditangkapnya Ketua MK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka sejumlah putusan lembaga ini yang dinilai kontroversi harus diuji kembali. "Untuk kasus-kasus sengketa Pilkada yang selisihnya tipis, putusan Ketua MK harus direview," nilai Anggota Komisi III DPR RI, Eva K Sundari di Jakarta, Kamis, (3/10).
Selain karena adanya operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, ada keluhan bahwa MK menggunakan sistem lelang yang tentu jauh dari metode penegakkan hukum yang mendasarkan diri pada fakta dan bukti yang ada. "Meski kita terbentur pada aturan putusan MK yang 'final dan non binding', tapi setidaknya kita sedang menyaksikan bahaya dan resiko posisi MK tanpa kontrol, sehingga check-balances tidak berlaku atau tidak diterapkan," tandas Eva.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Perjuangan ini mengaku sudah lama mendengar kabar soal isu tak sedap tentang MK, terutama dengan sejumlah putusan sengketa Pilkada yang dinilai kontroversial. "Saya memang lama mendengar selentingan-selentingan tidak sedap berkaitan dengan putusan-putusan kontroversial MK terhada sengketa-sengketa Pilkada yang PDIP menjadi korban," ujar Eva.
Beberapa putusan MK yang merugikan PDI Perjuangan, ungkap Eva, misalnya Pilgub Bali, di mana Ketua MK membenarkan orang memilih ratusan kali di Desa Tugu, Kabupaten Karang Asem dan kasus Sumba Barat Daya, NTT. "Kotak suara sudah dibawa ke MK agar dihitung ulang, tapi alasan terlambat sehari. Padahal waktu sidang 14 hari, masih tersisa 2 hari membuat pemohonnya harus dikalahkan," beber Eva.(IS)
Berita Lainnya :