NASIONAL
Jum'at, 02 Agustus 2013 23:01 wib
K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Yarno (Foto: Ist)
JAKARTA - Indonesia patut berbanga, hal tersebut lantaran munculnya seniman yang mampu membangkitkan kecintaan masyarakat terhadap Tanah Air. Melalui sentuhan tangan dinginnya, Yarno berpotensi menjadi pelukis kenamaan.
"Yarno pernah mendapat penghargaan The Best Watercolor ISI Jogjakarta (1995) dan Minister of Tourism Award (1998) itu memiliki potensi untuk bisa mendunia," kata Direktur Galeri Apik Rahmat di Jakarta, Jumat (1/8/2013).
Setelah sukses dengan pameran tunggalnya bertema Ultimate City tahun lalu, Yarno kembali sukses pikat kolektor seni pada pameran tunggal Reborn yang diusung Galeri Apik di Bazaar Art Jakarta (BAJ) 2013, Hotel Ritz Carlton, Jakarta, belum lama ini.
Bersaing dengan seniman dari galeri lain di BAJ, tidak mampu membendung keinginan kolektor benda seni untuk memiliki 1 dari 9 karya seniman kelahiran Pagar Alam, Sumatera Selatan itu.
''Waktu pameran tunggal Yarno tahun lalu, karya Yarno masih membutuhkan waktu enam bulan sampai akhirnya tuntas terbeli kolektor seni. Tahun ini di empat hari pelaksanaan BAJ, galeri kami berhasil menjual habis sembilan karya Yarno. Luar biasa,'' paparnya.
Menurutnya, sepanjang Tour de Art-nya selama ini, tidak banyak seniman yang bisa melaju sedemikian pesat seperti Yarno. Wajar saja, kalau karya Yarno disambut hangat kolektor seni di London (Inggris), Seoul (Korea), Jepang, Australia, Singapura, dan Tiongkok.
Awalnya, lanjut Rahmat, saya juga tidak menyangka public seni bisa menerima karya Yarno begitu cepat. Pada Maret 2010, karya Yarno masih Rp9 jutaan. Lalu naik terus di akhir 2011 menjadi Rp18 juta.
"Di pertengahan 2012 sudah naik lagi menjadi Rp25 juta. Dan minggu lalu, karya Yarno sudah laku di kolektor seni dengan harga Rp35-50 jutaan,'' ulasnya.
Itu menandakan, bahwa kolektor seni, baik dari Indonesia maupun mancanegara melihat potensi yang besar dalam karya Yarno.
Sementara itu, Yarno menuturkan, karya lukis karyanya sesungguhnya simpel, namun eye catching dengan warna-warna merah bata, fuchia, abu-abu, dan merah yang kalaupun dilihat oleh masyarakat awam sekalipun mampu menjadi magnet.
Pengalaman hidup di masa kecil dengan kerimbunan pohon dan binatang liar di sekitarnya membuat Yarno rindu. Dia kini mengaku sulit melihat rimbunnya pohon dan berbagai jenis binatang hutan, karena kian parahnya kerusakan alam.
Pesatnya industrialisasi dan urbanisasi, membuat manusia lupa untuk bersahabat lagi dengan alam. ''Lukisan saya memang bermakna kritik sosial. Tujuannya untuk keseimbangan kita sendiri. Masalah global warming yang saat ini ada bukan lagi menjadi isu, melainkan ancaman,'' kritik Yarno. (put)
Berita Selengkapnya Klik di Sini