Sebuah kapal pencari suaka terlihat di perairan Indonesia menuju Australia
Setiap bulan, ribuan migran melakukan perjalanan yang berbahaya melalui Samudra Hindia untuk mencapai pesisir Australia.
Banyak yang melarikan diri dari negara-negara bermasalah seperti Afghanistan, Iran dan Sri Lanka.
Mereka membayar ongkos perjalanan yang mahal kepada penyelundup manusia yang mengoperasikan kapal-kapal tidak aman di luar Indonesia.
Isu pencari suaka sangat penting di Klik pemilihan umum Australia, dengan kedua partai mendesak diterapkannya kebijakan tegas untuk mencegah mengalirnya pencari suaka.
BBC berbicara dengan tiga orang migran di setiap tahap perjalanan.
Habib, aktivis hak asasi manusia di Kabul.
Lelaki berusia 41 tahun dan ayah dari tiga anak perempuan ini berharap ia dan keluarga bisa segera meninggalkan Afghanistan.
Sebagai aktivis HAM ia kerap mendapat ancaman dan serangan dari musuh-musuh demokrasi.
Terakhir, seseorang berusaha menikamnya dan membunuhnya sehingga ia memutuskan untuk meninggalkan negara kelahirannya.
Habib mengatakan Australia dipilih karena negara itu peduli dengan hak asasi dan ia ingin anak-anaknya bersekolah di tempat yang damai agar mereka tidak perlu bersentuhan dengan kekerasan setiap saat.
Ia memiliki kerabat di Indonesia dan mereka menghubungkannya dengan penyelundup manusia.
Rute yang biasa digunakan untuk menyelundupkan manusia. Sumber: Komisi Kejahatan Australia
Habib menyadari hal itu adalah sebuah perjudian apalagi kapal yang digunakan kerap tidak aman.
Para penyelundup memintanya untuk datang ke India dan dari sana ia serta keluarga akan diterbangkan ke Malaysia kemudian ke Indonesia.
Meski ia harus membayar US$21.000 (Rp210 juta) untuk mendapatkan pendidikan dan visa kerja di Malaysia, ia rela demi kehidupan yang lebih baik.
"Kami siap menghadapi kesulitan demi mencapai sebuah tempat di mana kami akan memiliki hidup yang damai. Saya sedih karena saya lahir di sini dan makam orang tua saya di sini.
"Tapi saya tidak punya jalan lain."
Seorang bocah Iran di atas kapal pencari suaka yang disergap Australia
Tahanan di Pulau Christmas
Said, 23, berasal dari ibukota Iran, Teheran.
Ia datang dari keluarga kelas menengah tetapi ia harus meninggalkan negaranya setelah pindah agama dari Islam ke Kristen, sebuah pelanggaran kriminal di Iran.
Said tiba di Australia dengan kapal dari Indonesia.
Ia mendarat tiga hari setelah berlakunya peraturan baru yang mengatakan bahwa semua pendatang harus dikirim ke Papua Nugini untuk diproses, dan jika mereka mendapat status pengungsi, mereka tidak akan diizinkan menetap di Australia.
Hal itu membuatnya sangat frustrasi. Ia berbicara dengan BBC melalui telepon seluler dari rumah detensi.
Said mengatakan ia tidak akan memilih Australia jika mengetahui situasi yang terjadi.
Ia menuturkan perjalanannya selama tiga hari dengan kapal itu sangat mengerikan. "Saya melihat kematian dengan mata saya sendiri," kata dia.
Menurutnya, sangat tidak adil bahwa pemerintah Australia memaksa para pencari suaka pergi ke Klik Papua Nugini.
"Jika mereka mengirim saya ke Papua Nugini, saya akan bunuh diri di sana. Orang tua saya tidak akan pernah melihat saya lagi."
Pencari suaka di Australia
Data kedatangan kapal imigran gelap di Australia
- 2010: 134 kapal dengan 6.535 penumpang
- 2011: 69 kapal membawa 4.565 penumpang
- 2012: 278 kapal membawa 17.202 penumpang
- 2013: (angka hingga 9 Agustus) 252 kapal membawa 17.821 penumpang. Data: Departemen Imigrasi Australia
Maarouf Mashfee Sharief adalah Muslim Sri Lanka berusia 38 tahun.
Ia memutuskan untuk meninggalkan negerinya tahun lalu setelah menerima ancaman saat mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah di kotanya.
Maarouf mengatakan Australia bukanlah negara tujuan pilihan pertamanya, melainkan Italia. Tapi ia merasa terdesak untuk segera angkat kaki dari Sri Lanka karena merasa tidak aman.
Ia mendapat kontak orang yang mengatur perjalanan kapal ke Australia.
"Saya tahu perjalanan itu berbahaya tapi ia mengatakan kapal aman dan nyaman," kata Maarouf.
Ia membayar satu juta Rupee Sri Lanka (Rp75 juta) yang ia kumpulkan dalam waktu tiga hari dari pinjaman teman-temannya.
"Perjalanan itu sangat berbahaya. Kami dibawa dengan kapal nelayan dan dipindahkan ke kapal besar yang hanya cukup untuk 40 orang tapi menampung 117 orang," kata dia.
Kapal yang ia naiki disergap oleh Angkatan Laut Australia dan dibawa ke Kepulauan Cocos sebelum dipindahkan ke Pulau Christmas.
Ia menyesali Klik perjalanan itu dan meminta warga Sri Lanka agar tidak meniru jejaknya.
"Di Sri Lanka, saya adalah pengusaha kaya. Saya bebas dan punya privasi. Di sini, saya tinggal dengan tiga atau empat orang Sri Lanka dan hidup dari sumbangan."
"Saya ingin berpesan kepada rekan senegara saya di Sri Lanka, 'Jangan lakukan apa yang saya lakukan dan jangan percaya apa pun yang dikatakan penyelundup manusia. Mereka mengambil untung dari kesialan kami."