Ledakan bom antara lain terjadi di pasar tradisional dan lapangan parkir.
Sedikitnya 47 orang tewas dan lebih dari 130 orang mengalami luka-luka dalam serangkaian pengeboman di daerah-daerah berpenduduk Syiah di ibukota Irak, Baghdad.
Serangan paling dahsyat terjadi di pasar sayur-mayur di Kota Sadr yang menewaskan tujuh orang dan melukai 75 orang lainnya.
Di kawasan Shuala, Baghdad utara, enam orang tewas dalam ledakan bom.
Serangan bom juga menghantam Baghdad Baru, Habibiya, Sabaa al-Bour, Kazimiya, Shaab dan Ur. Mayoritas penduduk di daerah-daerah itu adalah Syiah.
Ledakan bom hari ini (30/09) juga terjadi di beberapa distrik berpenduduk Suni, termasuk Jamiaa dan Ghazaliya. Setidaknya terdapat 13 ledakan bom.
Kepolisian Irak mengatakan serangkaian ledakan bom mobil terjadi pada jam-jam sibuk.
"Mobil meledak di lapangan parkir. Ledakan merusak banyak toko dan menewaskan beberapa pekerja," kata Mohamed Hayder, seorang saksi mata di Baghdad Baru.
Sejauh ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangkaian serangan bom mobil, tetapi kelompok-kelompok perlawanan Suni dituding berada di balik sebagian besar serangan yang terjadi di Irak baru-baru ini.
"Perang melawan terorisme terus berlanjut."
Namun tak satu pun partai politik utama Suni menyetujui kekerasan terhadap warga Syiah.
Kementerian Dalam Negeri menuduh pemberontak yang mempunyai kaitan dengan al-Qaida mengeksploitasi perpecahan politik dan konflik regional untuk menyuburkan kekerasan.
"Perang melawan terorisme terus berlanjut," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Saad Maan kepada AP.
Wartawan BBC di Baghdad, Rafid Jaboori, melaporkan peningkatan kekerasan belakangan terjadi di tengah kebuntuan proses politik.
"Dua minggu lalu para pemimpin sekelompok partai politik utama menandatangani kesepakatan guna menghentikan pertumpuhan darah," jelas Jaboori.
Tetapi, lanjutnya, kesepakatan tidak mampu membendung kekerasan. Aksi protes menjalar di daerah-daerah berpenduduk Suni guna menentang pemerintahan yang dipimpin tokoh-tokoh Syiah.
Warga Suni menuduh pemerintah pimpinan Perdana Menteri Nouri Maliki bertindak diskriminatif terhadap mereka. Tuduhan itu ditepis oleh pemerintah.