GP F1 Bahrain dicoret pada 2011 setelah pecah kerusuhan sosial.
Federasi olahraga otomotis internasional (FIA) diminta lebih netral saat menangani kasus politik di negara tuan rumah Formula 1, seperti yang pernah terjadi dengan Grand Prix Bahrian pada 2011.
Hal ini disampaikan calon presiden FIA dari Inggris, David Ward, yang berjanji akan menggelar investigasi soal Bahrain jika terpilih.
Grand Prix F1 di Bahrain dibatalkan pada 2011 menyusul krisis politik di negara tersebut, namun kembali dimasukkan ke kalender F1 tahun lalu.
Ward mengatakan presiden FIA saat ini, Jean Todt, menyesalkan pembatalan pada 2011.
"Yang penting adalah (FIA) harus netral. Perlu ada penyelidikan di lapangan," kata Ward dalam wawancara dengan BBC.
"Lihat apa yang sebenarnya terjadi, bicara ke semua pihak, dan setelah itu baru mengambil keputusan," katanya.
GP di Bahrain dibatalkan setelah pemerintah di negara tersebut menumpas aksi protes, yang memicu tuduhan aparat pemerintah menyiksa para demonstran dan melanggar hak asasi manusia.
"Apa yang terjadi dengan GP Bahrain bisa terjadi di negara lain kapan saja. Oleh karena itu FIA perlu memiliki standar baku."
Todt mengirim ketua federasi olahraga otomotif Spanyol untuk mencari fakta sebelum FIA memasukkan kembali Bahrain di kalender F1 namun laporan tim pencari fakta dikecam sejumlah kalangan.
Ward mengatakan mungkin tim ini tidak bisa melaksanakan tugas secara maksimal di Bahrain.
"Saya sebenarnya kasihan dengannya," kata Ward.
Mestinya, kata Ward, FIA mengirim seseorang yang tahu lapangan, yang memahami situasi politik di Bahrain.
Ward mengusulkan FIA harus menyusun prosedur standar agar kasus Bahrain 2011 tak terulang lagi.
"Apa yang terjadi dengan GP Bahrain bisa terjadi di negara lain kapan saja. Oleh karena itu FIA perlu memiliki prosedur baku," katanya.
Pemilihan presiden FIA akan dilaksanakan pada 6 Desember dan sejauh ini baru diramaikan dua calon, Ward dan Todt.