Panggung dan tata musik minimalis tak kurangi minat penonton pada Koes Plus.
Konser Koes Plus di Jakarta (27/09) sukses dibanjiri penonton yang pada sebagian besar acara justru menjadi 'penyanyi utama' ketimbang sang legenda musik pop Indonesia itu.
Yon Koeswoyo, Yok Koeswoyo dan Murry menjadi aktor utama dalam konser sepanjang hampir 150 menit itu, dibantu oleh tiga penggesek biola, pemain kontrabas, dan satu gitaris akustik, Hendry.
Konser ini, seperti disebut penyelenggara, adalah 'reuni' yang sangat ditunggu penggemar fanatik setelah lama masing-masing pentolan berpisah jalan.
Yon, 73, yang sampai kini masih giat mentas dari panggung ke panggung mengakui hal itu.
"Ini kan maunya penggemar saja kita tampil bertiga lagi, bareng. Ya sudah kami manggung akustikan," katanya santai usai konser.
Kinerja panggung para pentolan band legendaris ini jelas terpengaruh usia, yang masing-masing sudah mulai uzur. Yok Koeswoyo kini 70 tahun sementara Murry, 64.
"Akustik ini juga kita pilih karena lagu-lagu Koes Plus kan banyak jedar-jedernya (tabuhan drum) yang butuh tenaga, Nah Murry sudah ndak kuat makanya kita main akustik saja," tambah Yon terkekeh.
Kursi penonton di Balai Kartini yang berkapasitas 1.060 orang nyaris penuh saat konser dimulai. Sebagian besar penonton jelas merupakan penggemar fanatik yang datang untuk turut bernyanyi bersama tiga pria gaek pujaannya.
"Puas sekali ya tadi, saya sudah lama tidak teriak-teriak nyanyi," kata Siti Marlina, 55, yang menonton bersama suami dan cucu.
'Dengkul kopong'
Konser berjalan hampir seperti tanpa play list jelas, karena tiap satu lagu berakhir penonton akan dengan santai meneriakkan usulan lagu berikutnya yang, sering kali, kemudian dikabulkan Koes Plus dengan menyanyikan lagu tersebut.
"Apa lagi berikutnya?" tantang Yon usai menyanyikan beberapa lagu.
Puluhan lagu kemudian bergulir termasuk Hidup yang Sunyi, Pagi yang indah, Nusantara, Kolam Susu, Ke Jakarta Aku 'kan Kembali, Tul Jaenak, Olala, Diana dan aneka kumpulan lagu populer Koes Plus lain.
Jelas konser tak dibuat untuk memberikan hiburan musikal yang rumit, dengan tata musik atau panggung yang canggih, namun tak ada penonton yang nampaknya keberatan.
"Bukan lautan tapi kolam lumpur. Kail dan jala sekarang pada menganggur. Tiada ikan tiada udang kutemui. Semuanya sudah habis dicuri"
Syair plesetan Kolam Susu versi Yok Koeswoyo
Koes Plus tampil nyaris minimalis dalam aransemen, dan beberapa kali 'latihan singkat' di panggung karena lupa repertoar, dengan latar belakang layar hitam yang hanya bertulis 'Koes Plus' dengan huruf yang selama ini dikenal publik sebagai tampilan merek dagangnya.
Selain bisa menyanyi non-stop dengan iringan band legendaris ini, penonton juga dihibur oleh laku kocak para personel lansia yang demi alasan daya tahan tubuh, memilih tampil duduk di panggung.
"Sambil duduk gini enggak enak ya, mlengse terus," keluh Yok yang disambut tawa hadirin.
Pemusik/pencipta lagu yang berjenggot dan berambut putih ini juga sempat berkelakar mengganti judul lagu pujian kekayaan negeri Indonesia Kolam Susu, yang menurutnya berbeda versi tahun '73 (saat pertama diciptakan) dengan sekarang.
"Kalau sekarang bunyinya begini: 'Bukan lautan tapi kolam lumpur. Kail dan jala sekarang pada menganggur. Tiada ikan tiada udang kutemui. Semuanya sudah habis dicuri'."
Penonton pun tertawa dan bertepuk riuh.
Abangnya, Yon, tak kalah lucu.
Saat bicara tentang alasannya rajin menyemir rambut hingga selalu tampil nampak lebih muda, ia beralasan ritual ini penting karena tiap manggung ia diminta menyanyikan lagu Bujangan.
Selama tampil, trio gaek ini beberapa kali saling melempar celaan yang mengundang tawa karena kesulitan bertahan bermain musik lebih dari dua jam.
"Maklum dengkulnya sudah kopong", kata Yok mengomentari Murry yang beberapa kali berganti dari drum ke gendang sekedar untuk meluruskan kaki.
Bertahan
Buat sebagian penggemar, Koes Plus adalah band terbesar di tanah air.
Lagu-lagu mereka, menurut Yon lebih dari 1000 judul, sudah dirilis dalam bentuk lebih dari 100 album.
"Kami ini mulai dengan Koes bersaudara tahun 1960, lebih dulu lho dari pada (the) Beatles," tukas Yon bangga.
Konser sudah lebih dulu digelar di Solo 3 September lalu, tiket dijual Rp200-800 ribu.
Lagu-lagu Koes Plus menyentuh hati banyak kalangan karena menyorot beragam tema dengan bahasa pengantar dan model musik yang beraneka.
Selain bahasa Indonesia, Koes Plus juga punya banyak repertoar dalam bahasa Jawa dan Inggris.
Why Do You Love Me, sempat masuk tangga teratas di Australia tahun 70-an saat dirilis.
Meski sebagian besar lagunya bernuansa pop, Koes Plus juga lihai mencipta lagu dengan kemasan dangdut, kasidah, bahkan keroncong.
Penonton pada Jumat malam meneriakkan lagu Keroncong Pertemuan, yang juga dinyanyikan dengan iringan koor seisi gedung.
Sementara lagu-lagu Koes Plus lain silih berganti dinyanyiulangkan artis lebih muda, termasuk Andaikan Kau datang yang sukses dipopulerkan kembali Ruth Sahanaya.
Koes Plus menurut seorang penggemar fanatik, Agusta Marzall, adalah 'satu-satunya' band yang hinga kini masih ditampilkan oleh para peniru yang jumlahnya mencapai ratusan band di seluruh Indonesia.
"Yang lain seperti Panbers atau Mercy's juga ada pelestarinya, tetapi tidak lama bertahan," kata pendiri band T-Koes yang rutin tampil di sebuah pusat perbelanjaan kawasan Blok M Jakarta Selatan ini.
Di Balai Kartini akhir pekan lalu tak sulit melihat mengapa Koes Plus awet digemari: penggemar terlanjur akrab dengan lagu-lagu mereka.
Akibatnya pada sebagian lagu sering kali suara hadirin justru lebih lantang dari penyanyi aslinya.
"Enak kalau konser kayak gini, kita enggak usah capek nyanyi," kata Yok dari atas panggung memberikan apresiasi pada fans.
Mungkin juga penonton membantu penampilan Koes Plus karena menurut Yon, dari lebih 1.000 lagu tak semua liriknya dihafal para penulisnya.
"Gila apa kita suruh ngapalin 1.000 lagu, ya ndak mungkin lah," tukas Yon Koeswoyo.