CIVITAS AKADEMIK
Minggu, 29 September 2013 09:02 wib
Margaret Puspitarini - Okezone
Tim mahasiswa UGM pembuat antimalaria dari benalu. (Foto: dok. UGM)
JAKARTA - Benalu merupakan musuh utama para pecinta tanaman. Namun, siapa sangka di balik sifatnya sebagai parasit, benalu justru mampu menjadi penyembuh bagi penyakit sekelas malaria hingga kanker.
Tidak percaya? Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membuktikannya dengan melakukan sejumlah penelitian serta uji coba. Dalam penelitian tersebut, Zulfa Faiqoh, Danang Setia Budi, P Panja P, AA Ngurah Nata Baskara, dan Wahyu Nitari menggunakan benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) sebagai obat antimalaria.
Zulfa Faiqoh menjelaskan, Indonesia merupakan negara dengan penderita malaria yang cukup tinggi, yakni 400 ribu kasus per tahun. Berbagai cara telah dilakukan untuk mencegah komplikasi malaria namun mengakibatkan efek samping yang cukup serius.
Di sisi lain, upaya pemberantasan malaria sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala di antaranya akibat semakin luasnya plasmodium yang resisten terhadap obat antimalaria. Sehingga selama ini penanganan penyakit tersebut terbatas dengan menggunakan antimalaria.
"Namun penggunaan antimalaria pada penderita ternyata banyak menimbulkan resistensi. Sementara vaksin malaria yang bisa untuk melindungi tubuh terhadap infeksi dan komplikasi malaria sampai sekarang belum juga ditemukan," ujar Zulfa, seperti dinukil dari laman UGM, Minggu (29/9/2013).
Untuk itu, para mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM itu pun memilih melakukan terobosan baru dengan menggunakan bahan-bahan alami. Zulfa mengungkap, kandungan senyawa flavonoid yang bisa digunakan sebagai antikanker, antioksidan, antimikrobia, dan juga antimalaria menjadi alasan mereka memilih tanaman parasit itu.
"Benalu yang merupakan tanaman parasit secara tradisional sudah banyak digunakan masyarakat seperti untuk obat batuk, kanker, dan penghilang nyeri. Dan dari berbagai kajian yang telah dilakukan banyak peneliti menunjukkan, benalu mangga memiliki aktivitas antimalaria yang bisa digunakan sebagai obat antimalaria," tuturnya.
Untuk mengetahui efektivitas benalu sebagai antimalaria, lima sekawan itu melakukan penelitian secara in vivo. Uji antiplasmodium dilakukan terhadap Plasmodium berghei yang diinfeksikan pada mencit.
Bahan uji berupa ekstark etanol benalu diberikan per oral pada mencit. Untuk mendapatkan ekstrak benalu, pertama benalu dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan untuk dibuat serbuk simplisia.
Selanjutnya serbuk tersebut diekstraksi selama 24 jam dengan etanol 70 persen. Setelah itu hasilnya disaring dan diuapkan menggunakan evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental yang kemudian diuapkan menjadi ekstrak kering.
Uji dilakukan pada 25 ekor mencit yang terbagi dalam lima kelompok. Masing-masing menerima bahan uji yang dalam konsentrasi 25mg/kgBB, 50mg/kgBB, 100mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB selama empat hari.
"Di hari kelima setiap mencit diambil darah tepinya dari ujung ekor untuk pemeriksaan prosentase parasitemia. Hasilnya menunjukkan dosis 146,2 mg/kgBB mampu menghambat 50 persen Plasmodium berghei yang diinfeksikan ke mencit," tambah Wahyu Nitari.
Menurut Wahyu, dari hasil uji coba tersebut dapat disimpulkan jika benalu mangga mempunyai aktivitas antiplasmodium in vivo yang baik terhadap Plasmodium berghei dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimalaria. Meski begitu, dia mengaku belum berani melepas hasil penelitian tersebut ke pasaran.
Ke depan, mereka akan terus menyempurnakan penelitian tersebut sehingga kelak bisa diaplikasikan kepada masyarakat luas. "Masih perlu penelitian lanjutan karena kami belum melakukan uji toksisitas dan yang lain sehingga belum bisa digunakan ke manusia," jelasnya.
Inovasi di bidang medis tersebut ternyata juga mampu menggugah pada juri dalam Pekan Ilmiah Nasional (Pimnas) XXVI lalu. Pada ajang tahunan yang digelar di Universitas Mataram (Unram) Lombok itu, penelitian tersebut berhasil meraih medali perak. (rfa)
Berita Selengkapnya Klik di Sini