Ghulam Azam dijatuhi hukuman penjara selama 90 tahun dalam sidang Juli lalu.
Pengadilan khusus kejahatan perang di Bangladesh meminta Human Rights Watch (HRW) menjelaskan mengapa kelompok hak asasi manusia itu seharusnya terbebas dari tuntutan melecehkan pengadilan karena menuduh bahwa sidang seorang pemimpin berhaluan Islam sangat cacat.
Pengadilan khusus memutuskan pada Senin (02/09) bahwa HRW harus memberikan jawaban dalam waktu tiga pekan mendatang dan bila gagal maka kelompok HAM tersebut terancam dikenai dakwaan.
Wartawan BBC Mahfuz Sadique di ibukota Bangladesh, Dhaka, melaporkan petisi pelecehan pengadilan diajukan oleh pihak penuntut terkait dengan analisis HRW Group yang diterbitkan bulan lalu.
HRW menuduh bahwa para hakim pengadilan khusus melakukan tindakan tidak patut dengan cara berkolusi dengan penuntut dalam sidang Klik Ghulam Azam. Azzam adalah mantan pemimpin partai utama berbasis Islam, Jamaat-e-Islami.
"Human Rights Watch mencatat bahwa standar internasional mengenai sidang yang adil tidak diterapkan," lapor Mahfuz Sadique di Dhaka.
Pengadilan berpendapat HRW mengeluarkan tuduhan-tuduhan "berat sebelah, tak berdasar, benar-benar salah, dibuat-buat dan bermotif buruk" terkait dengan proses sidang Ghulam Azzam.
Berdasarkan hukum Bangladesh, seseorang yang dinyatakan bersalah melecehkan pengadilan diancam dengan hukuman penjara satu tahun dan denda sebesar 5.000 taka atau setara dengan Rp630.000.
Sejauh ini Human Rights Watch belum mengeluarkan reaksi atas petisi pengadilan khusus.
Azam dijatuhi hukuman penjara selama 90 tahun dalam sidang bulan Juli atas kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang kemerdekaan pada 1971.
Pengadilan khusus kejahatan perang dibentuk oleh pemerintah Bangladesh pada 2010 untuk mengadili mereka yang dituduh bekerja sama dengan pasukan Pakistan dalam perang.