Pernikahan anak menjadi hal umum di Afghanistan meskipun ada pembatasan umur minimum.
Kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di New York, Human Rights Watch (HRW), menyerukan kepada Presiden Afghanistan Hamid Karzai untuk mengambil tidakan segera guna mencegah pernikahan anak dan kekerasan terhadap perempuan.
Seruan tersebut disampaikan HRW dalam surat kepada Presiden Karzai.
HRW mengatakan presiden harus memberlakukan undang-undang yang dikeluarkan pada 2009 tentang pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, seperti dilaporkan oleh wartawan BBC di Kabul Bilal Sarwary.
Penerapan undang-undang itu, menurut HRW, harus menjadi prioritas presiden pada tahun terakhir masa jabatannya yang akan berakhir pada April 2014.
Bila presiden menandatangani UU menentang kekerasan terhadap perempuan, maka hal itu akan menjadi perlindungan penting terhadap pernikahan anak dan kekerasan terhadap perempuan.
"Untuk pertama kalinya pernikahan anak dan pernikahan paksa tergolong tindak kejahatan."
Human Rights Watch perpendapat perkawinan anak meningkatkan kehadmilan diri yang kemudian memperbesar risiko kematian dan luka saat melahirkan.
Menurut Kementerian Kesehatan Afghanistan, setiap dua jam satu perempuan negara itu meninggal dunia terkait kehamilan atau masalah-masalah kehamilan.
Survei lainnya menunjukkan bahwa lebih dari 85% perempuan mengaku telah mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan atau perkawinan paksa.
Bilal Sarwary melaporkan UU berisi hukuman baru dalam kasus pelecahan terhadap perempuan.
"Untuk pertama kalinya pernikahan anak dan pernikahan paksa tergolong tindak kejahatan," jelasnya.
Meskipun usia minimum untuk menikah bagi perempuan ditetapkan 16 tahun dan 18 untuk pria, perkawinan anak masih marak di seluruh Afghanistan.