
Kekerasan di Myanmar sudah menewaskan sekitar 200 orang dan sebagian besar korban warga Rohingya.
Utusan PBB untuk masalah hak asasi manusia sudah berkunjung ke Myanmar, yang sedang dilanda kekerasan umat Buddha dan Islam.
Tomas Ojea Quintana sempat disoraki pengunjuk rasa Buddha yang menuduhnya berpihak kepada warga Rohingya yang beragama Islam.
Namun Quntana menegaskan ingin mendengar dari semua pihak dalam kunjungannya selama 11 hari.
"Amat baik bahwa orang memiliki hak untuk berdemonstrasi di Myanmar. Itu memperlihatkan mereka memiliki kesempatan untuk mengungkapkan dirinya dan itu penting. Kami ingin mendengar semua suara, semua hak," jelasnya.
Dia tiba di negara bagian Rakhine -yang dilanda kekerasan sektarian terburuk di negara itu antara pemeluk Buddha dan Islam- beberapa hari polisi melepas tembakan kepada para pengunjuk rasa Muslim.

Diperkirakan sekitar 140.000 warga Rohingya mengungsi dari rumahnya.
Seorang juru bicara pemerintah, Win Myaing, mengatakan kepada kantor berita AP unjuk rasa marak karena ditemukannya jenazah seorang umat Islam Jumat (09/08) di pantai dan beredar kabar bahwa dia tewas ditembak polisi.
Sekitar 500 warga Rohingya kemudian menuntut penjelasan dan polisi melepas tembakan untuk membubarkan pengunjuk rasa hingga melukai beberapa orang dan salah seorang kemudian tewas di rumah sakit, Minggu (11/08).
Kekerasan antara umat Buddha -yang merupakan warga mayoritas di Klik Myanmar- dengan pemeluk Islam hingga saat ini sudah menewaskan sekitar 200 orang dan sebagian besar korban juwa adalah warga Rohingya.
Diperkirakan 140.000 umat Islam harus mengungsi dari rumahnya dan tinggal di tempat penampungan sementara tanpa pasokan air, pangan, dan obat-obatan yang memadai.
Beberapa pihak berpendapat nasib mereka -dan kurangnya perhatian dari Presiden Thein Sein untuk menangani konflik- akan menghambat proses reformasi dan demokratisasi yang sedang ditempuh negara itu.