Kenaikan harga bahan makanan, transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mendorong inflasi pada Juli.
Inflasi Juli melejit melebihi ekspektasi pasar, yaitu sebesar 3,29%, mencatat angka tertinggi sejak 2008.
Menurut data Badan Pusat Statistik, harga terjadi utamanya pada kelompok bahan makanan sebesar 5,46% dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 9,6%.
Tingkat inflasi tahun kalender periode Januari hingga Juli 2013 tercatat sebesar 6,75% dan tingkat inflasi tahunan dari Juli 2012 ke Juli 2013 melonjak naik 8,61%.
Nilai tersebut, menurut Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, memang cukup mengejutkan dan berada di luar ekspektasi pasar.
"Analis memperkirakan 3,02% dan itu sudah cukup tinggi. Tapi mungkin tidak diperhitungkan adalah kenaikan harga pangan di awal bulan terkait daging sapi, dan pelemahan rupiah sehingga harga daging impor relatif lebih mahal."
"Pengeluaran di semua aspek juga meningkat termasuk emas yang tiga bulan terakhir menekan inflasi, tapi bulan ini malah mendorong naik."
"Secara umum ini memang akumulasi dari banyak faktor termasuk kenaikan harga bahan bakar minyak, tahun ajaran baru, puasa lebaran, pelemahan rupiah, dan pasokan pangan yang tidak tersedia cukup," katanya kepada Wartawan BBC Indonesia, Christine Franciska.
Adapun ekonom dari Bank of America Merrill Lynch, Chua Hak Bin, seperti dilansir Reuters, mengatakan rilis inflasi ini dapat membuat Bank Indonesia kembali memperketat dan menaikan kebijakan suku bunga.
BI sebelumnya sudah menaikan BI rate dua kali, yaitu pada Juni sebesar 25 basis poin dan Juli sebesar 50 basis poin, menjadi 6,5%.
Arga Samudro, ekonom Bahana Securities di Jakarta, mengatakan dia berharap bank sentral akan kembali menaikan lagi BI rate 50 basis poin pada pertengahan Agustus mendatang, demikian dikutip Reuters.
Daya beli masyarakat yang menurun dapat menekan pertumbuhan ekonomi menjadi di bawah 6%.
Kenaikan harga dihampir semua aspek ini menurut Lana akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat ke depan.
"Saat ini mungkin belum terasa karena secara tradisi, di bulan Ramadan akan ada kebutuhan konsumsi yang besar, tetapi nanti setelah Agustus, penurunan daya beli bisa terasa," sambungnya.
Penurunan konsumsi diperkirakan akan menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) pada kuartal empat, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2013 diproyeksi berada di bawah 6%.
"Inflasi akhir tahun mungkin bisa 8% hingga 8,5%. Sementara pertumbuhan ekonomi ada potensi bisa mencapai 5,9%," kata Lana.
Prediksi ini berada di bawah asumsi makro APBN-Perubahan 2013 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% dan laju inflasi sebesar 7,2%.
Sementara itu, inflasi Juli yang cenderung tinggi ini akan berdampak negatif kepada pelemahan rupiah yang sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
"Akan membuat rupiah sulit menguat karena perbedaan inflasi Indonesia dan Amerika akan semakin lebar," lanjutnya.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, Senin (01/08), rupiah bertengger di angka Rp10.288 per dolar Amerika Serikat, naik 23 poin dari Jumat (26/07) lalu sebesar Rp10.265.