JAKARTA - Kisah Ramski Oyong (33), seorang warga Kelurahan Bongsari, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, yang nekad menjual ginjalnya seharga Rp100 juta, untuk membayar hutang menunjukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama ini tidak berpihak pada rakyat kecil.
Peristiwa tersebut seolah membuktikan bahwa potret kemiskinan yang terjadi dalam pemerintahan SBY dan hal ini, harus dijadikan pelajaran berharga buat bangsa Indonesia. "Artinya ada persoalan kemiskinan yang tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan charity ala SBY," kata Anggota Komisi IX, Rieke Diah Pitaloka kepada Okezone di Jakarta, Rabu (31/7/2013) malam.
Menurut Rieke, pemerintah seharusnya bisa menelurkan kebijakan yang mampu menciptakan kesejahteraan berkeadilan sosial bagi rakyat, misalnya kebijakan politik anggaran yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar rakyat yang diamanatkan konstitusi, termasuk hak atas kesehatan.
"Masuknya investasi juga harus menjamin tersedianya 3L bagi Rakyat, yakni kerja layak, upah layak, hidup layak, dan mengembalikan pemahaman dasar bahwa rakyat berkontribusi pada keuangan negara," sambung Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini.
Ditegaskan Rieke, rakyat memiliki hak untuk hidup layak. Sebab bagaimanapun juga masyarakat Indonesia selalu menyumbang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunya. Maka seharusnya dana APBN itu juga dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.
"APBN adalah uang rakyat. Jadi yang harus dikurangi adalah subsidi terhadap pejabat negara, bukan memangkas anggaran yang seharusnya dikembalikan kepada rakyat dengan alasan efisiensi," tegasnya.
Oleh sebab itu, perempuan yang pernah maju sebagai calon Gubernur Jawa Barat itu menyarankan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk turut berperan dalam mewujudkan perubahan, yakni dengan memilih calon pemimpin yang bersih dan berkomitmen pada Pemilu 2014 mendatang.
"2014 tak sekedar ganti kekuasaan, tak sekedar ganti pemimpin, tapi ganti pemimpin dan kekuasaan yang berwatak neolib dengan pemimpin yang kembali pada ideologi Pancasila, yang kekuasaannya jadi alat menciptakan kesejahteraan berkeadilan sosial," tandasnya.
Ramski Oyong terjerat utang Rp100 juta hingga berniat menjual ginjalnya untuk melunasi tanggungan tersebut. Dia memutuskan untuk menjual salah satu organ tubuhnya itu pada awal 2013. Ginjalnya ditawarkan seharga Rp100 juta kepada siapa pun yang ingin membeli.
Penagih utang yang selalu datang serta tuntutan mertuanya, membuat Ramski yang bekerja sebagai sopir itu terpaksa mengambil keputusan tersebut. Sertifikat rumah mertuanya yang disita seorang perwira polisi, selalu saja ditagih oleh mertuanya.
Awalnya, Ramski berutang sekira Rp50 juta lebih kepada perwira polisi dengan jaminan sertifikat tanah dan rumah milik mertua. Hampir setahun Ramski menanggung utang kepada sejumlah teman, termasuk seorang anggota polisi itu. Dia akhirnya dipecat dari pekerjaannya. Padahal, Ramski harus membiayai sekolah dua anaknya, sekaligus mencicil utangnya.
Selain untuk melunasi utang, uang hasil penjualan ginjal itu juga akan digunakan guna biaya pengobatan ibunya, Uming Kustiah (55), yang terkena serangan stroke. Dia berharap ada seseorang yang membutuhkan ginjalnya. Dia sudah beberapa kali menemui dokter di beberapa rumah sakit, namun karena belum ada peminat, dia selalu ditolak.
Pria asal Kampung Sekayu, Semarang, tersebut sudah siap dengan segala risiko usai menjual ginjal yang berfungsi sebagai penyaring, pengatur volume darah, dan penghasil hormon ini.
(ydh)