Pages

Selasa, 09 Juli 2013

Changes are afoot at Blogtrottr!
By popular request, we're bringing in paid plans with some cool new features (and more on the way). You can read all about it in our blog post.
BBCIndonesia.com | Berita
// via fulltextrssfeed.com
TII: Praktek suap di Indonesia tinggi
Jul 9th 2013, 10:54, by BBC Indonesia

Dukungan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi terus bergulir.

Kesimpulan survei terbaru organisasi Transparency International Indonesia, TII, menunjukkan, empat dari sepuluh masyarakat di Indonesia membayar suap untuk mendapatkan pelayanan publik.

Temuan TII juga menyebutkan, 36% responden di Indonesia membayar suap untuk mengakses delapan jenis layanan publik dasar, seperti pajak catatan sipil dan perizinan, polisi, peradilan, atau layanan pertanahan.

Menurut survei ini, praktek suap paling banyak dilakukan sebagai pelicin urusan atau untuk mempercepat layanan, yaitu sekitar 71%.

"Dan, responden yang membayarkan suap untuk layanan pulbik itu paling banyak di polisi, peradilan, layanan catatan sipil dan perizinan," kata pengurus TII, Wahyudi Thohary, dalam jumpa pers, Selasa (09/07) sore di Jakarta, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.

"Dan, responden yang membayarkan suap untuk layanan pulbik itu paling banyak di polisi, peradilan, layanan catatan sipil dan perizinan."

Hasil penelitian terbaru yang melibatkan 1.000 orang responden ini digelar di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makasar, sejak September 2012 dan berakhir empat bulan lalu.

Sebagian responden juga menilai, faktor kedekatan (personal contact) sangat penting untuk mengakses pelayanan publik.

"74% responden menyatakan, kolusi penting untuk mendapatkan fasilitas publik," kata Wahyudi, membacakan hasil survei.

Praktek korupsi di Indonesia, menurut kesimpulan survei ini, juga tidak terlepas dari pengaruh "pebisnis besar" terhadap pemerintah, walaupun menurut TII, negara-negara lain di Asia Tenggara dianggap lebih parah.

Dalam temuan lainnya, TII juga menyebutkan partai politik, polisi, pejabat publik, parlemen dan peradilan, merupakan lembaga yang dinilai paling korup.

Sekalipun demikian, menurut survei TII, mayoritas responden menyatakan optimis dapat berperan dalam pemberantasan korupsi.

"Mayoritas saksi tindak pidana korupsi takut melapor tindak korupsi karena khawatir dengan konsekuensinya."

"80% warga bersedia untuk bertindak konkret, baik dalam bentuk memberi tekanan (petisi atau protes), bergabung dalam organisasi anti-korupsi, menolak suap, membangun wacana melalui media sosial, maupun melaporkan kejadian korupsi di sekitarnya," papar TII.

Sayangnya, menurut hasil survei, di Indonesia belum cukup tersedia perlindungan dan saluran yang efektif bagi warga untuk melakukan pengaduan dan pelaporan korupsi.

"Masyarakat di Indonesia masih enggan melaporkan kejadian korupsi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara, "kata Wahyudi.

"Mayoritas saksi tindak pidana korupsi takut melapor tindak korupsi karena khawatir dengan konsekuensinya," tambahnya.

Di negara-negara Asia tenggara lainnya, lembaga antikorupsi paling diminati untuk melaporkan tindak korupsi, sementara di Indonesia, warga cenderung melapor langsung ke lembaga publik.

Dalam rekomendasinya, TII meminta pemerintah dan masyarakat memperkuat lembaga-lembaga anti korupsi, memonitor efektivitas reformasi pelayanan pulbik dan melibatkan warga dalam upaya-upaya melawan korupsi.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions