Pages

Rabu, 10 Juli 2013

BBCIndonesia.com | Berita
// via fulltextrssfeed.com
Mengapa pasien di Vietnam menyuap dokter?
Jul 10th 2013, 08:53, by BBC Indonesia

pinh

Phin menyerahkan amplop setelah operasi mata di rumah sakit.

Tiga bulan lalu, seorang wanita dari desa di selatan Hanoi membutuhkan surat referensi dari dokter kabupaten untuk operasi anaknya.

Menyerahkan amplop berisi 50.000 dong Vietnam (VND) atau sekitar Rp20.000 belum cukup untuk membuat dokter itu memberikan surat referensi, tapi ketika ia menambahkan 50.000 VND lagi, surat referensi pun didapat.

Wanita berusia 33 tahun yang tidak ingin disebutkan namanya itu, kemudian memberikan amplop berisi 500.000 VND untuk staf medis di rumah sakit provinsi, jumlah yang setara dengan penghasilannya selama dua bulan.

"Semua pasien mengatakan kepada saya bahwa semua orang harus memberi amplop untuk berterima kasih kepada dokter dan perawat untuk perawatan yang mereka berikan dan itu adalah harga yang layak untuk operasi semacam itu," kata dia.

Staf rumah sakit memang tidak memintanya tapi ia yakin dengan memberi amplop, anaknya akan mendapat pelayanan yang lebih baik.

Ia tidak sendiri. Phin, seorang pensiunan dari Hanoi yang memiliki penghasilan 3 juta VND per bulan, menyerahkan amplop berisi 200.000 VND setelah menjalani operasi mata di rumah sakit.

Tapi ia dipulangkan sebelum perawatan usai. Jadi ia kembali masuk ke rumah sakit dan itu berarti ia harus memberikan amplop tanda terima kasih kembali.

"Saya harus mengeluarkan 200.000 VND untuk mengucapkan terima kasih pada dokter dan perawat. Saya hanya bisa membayar jumlah paling kecil yang dianggap layak," kata dia.

ngo manh hung

Ngo Manh Hung mengatakan mengubah perilaku akan membutuhkan waktu.

Luyen, seorang pensiunan guru dari kota kecil 35 kilometer di luar Hanoi, mengatakan menyerahkan hadiah uang untuk perawatan medis adalah hal wajib.

'Material bukan spiritual'

Di Vietnam, perawatan medis kebanyakan disubsidi oleh negara melalui sistem asuransi yang gratis untuk pegawai negeri dan anak-anak, atau dibayar oleh majikan.

Tetapi antrean untuk perawatan yang ditanggung asuransi cukup panjang dan rumah sakit umum kelebihan pasien, sementara gaji untuk profesi medis tetap rendah.

Dan dengan sentimen kapitalis tinggi yang bertemu dengan nilai-nilai Confusius, praktik memberikan amplop berisi uang untuk memastikan pelayanan yang lebih cepat atau lebih baik menjadi hal umum.

Jumlah orang yang memberikan amplop meningkat dalam tiga tahun antara 2007-2010 dari 13% menjadi 29%, kata satu penelitian.

Pada 2012, sebuah survei yang dipublikasikan oleh Bank Dunia dan Inspektorat Pemerintah Vietnam (yang menjalankan Biro Antikorupsi) menunjukkan bahwa 76% dari orang yang membayar suap ke personil pelayanan kesehatan melakukannya dengan kemauan sendiri, sedangkan 21% mengatakan karena diminta.

Dalam upaya untuk melawan korupsi, lima rumah sakit di Hanoi meluncurkan kampanye pada Oktober 2011 untuk meningkatkan perilaku etis di kalangan staf, termasuk kebijakan "Katakan tidak kepada amplop."

Pusat Riset dan Pelatihan untuk Pengembangan Komunitas (RTCDD) juga melakukan kampanye serupa untuk mengubah persepsi pembayaran informal, menggunakan media untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak mereka dan tugas dokter.

"Menghentikan korupsi dan berkoordinasi antar sesama badan pemerintah bukan hal mudah dan cepat. "

Soren Davidsen, Bank Dunia

Nguyen Huu Ngoc, seorang akademisi terkenal di Hanoi, mengatakan akar masalah adalah tradisi Confucius yang mengajarkan untuk memberi.

"Di masyarakat Vietnam seperti juga di Cina, hadiah berasal dari rasa terima kasih," kata Ngoc.

"Menunjukkan rasa terima kasih dulu memiliki nilai spiritual dan bukan material. Tetapi seiring waktu, hal itu menjadi sesuatu yang bersifat material dan bukan spiritual, dan kini di ekonomi pasar hal ini menjadi sebuah transaksi."

Budaya mungkin digunakan untuk menjustifikasi pembayaran ini, tetapi budaya bisa berubah, menurut Soren Davidsen, seorang spesialis pemerintahan di Bank Dunia di Hanoi.

"Kita tahu bahwa memberi hadiah adalah bagian penting dari budaya. Tapi kita juga tahu bahwa budaya bukan sesuatu yang statis tetapi dinamis. Beberapa negara di Asia Timur, seperti Singapura, Korea Selatan dan Jepang, memiliki budaya korupsi, tetapi negara-negara ini menemukan cara efektif untuk memberantas korupsi.

"Meski pun kerap ada persepsi bahwa budaya adalah bagian dari korupsi, kami pikir salah untuk memandangnya seperti itu. Dan kita bisa, dengan melibatkan orang, bisnis dan pemerintah dalam kemitraan, mengubah budaya itu," kata Davidsen.

'Uang dan kekuasaan'

Bagi banyak orang, batas antara hadiah dan suap sudah kabur, sesuatu yang dianggap orang sebagai "alasan untuk memberi amplop," kata Tran Thu Ha, wakil direktur RTCDD.

ta van binh

Ta Van Binh mengatakan pemerintah membutuhkan peraturan yang lebih tegas.

Tapi bagi orang yang mengkampanyekan untuk menghentikan praktik seperti dirinya, mudah untuk mengidentifikasi apa yang membedakan hadiah dan suap.

"Hadiah bisa diberikan di hadapan publik atau di mana saja, butuh waktu untuk bicara dan mengatakan terima kasih, sementara suap kerap diberikan dengan cepat dan baik pemberi atau penerima takut dilihat oleh orang lain," kata Ha.

Tetapi untuk mengubah perilaku orang adalah salah satu kesulitan yang dihadapi Vietnam dan hal itu membutuhkan waktu, kata Ngo Manh Hung, wakil dirjen Biro Antikorupsi Vietnam.

Ada debat panjang mengenai bagaimana menghentikan suap di pelayanan kesehatan. Salah satu cara yang dianjurkan adalah dengan meningkatkan gaji pegawai agar mereka berhenti menerima amplop.

Tapi itu saja tidak cukup. Profesor Ta Van Binh, direktur Institut Nasional Diabetes dan Kelainan Metabolisme, yakin bahwa pemerintah membutuhkan peraturan jelas dan sanksi tegas bagi para staf medis yang melanggarnya.

Tetapi pekerjaan juga harus dilakukan untuk membantu pasien memahami bahwa mereka tidak perlu memberikan amplop dan mereka sendiri juga akan melanggar peraturan jika melakukannya.

Nguyen Huu Ngoc bahkan berpikir seharusnya ada sanksi yang diterapkan untuk pasien yang memberikan amplop guna membantu membersihkan industri itu.

Tetapi hal ini akan membutuhkan kerja sama dari semua pihak, pasien, petugas kesehatan, dan pejabat serta akan menjadi tugas berat.

"Ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena korupsi adalah tentang uang, orang dan kekuasaan," kata Davidsen dari Bank Dunia.

"Ini adalah tantangan besar untuk memangkas korupsi dan mengkoordinasikan upaya anti korupsi di berbagai badan pemerintahan. Ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam semalam."

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions