JAKARTA - Prabowo Subianto dan para pendukungnya dinilai terus bermanuver guna membersihkan namanya dari stigma pelanggar HAM. Mereka khawatir isu ini bakal menggerus citra positif yang tengah dibangun.
"Itu masif. Soalnya stigma penculik terbukti menggerus upaya Prabowo membangun citra positif," ujar aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Rudi Prasetyo, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (1/5/2014).
Dalam pengamatannya, manuver terbaru dilakukan oleh pensiunan perwira tinggi TNI yang dikenal dekat dengan Prabowo. Isu yang dikeluarkan terkait adanya pasukan lain yang melakukan penculikan terhadap 13 aktivis. "Pasukan itu diklaim sebagai aksi kontra intelijen yang dilakukan musuh-musuh Prabowo di TNI," terangnya.
Menurut Rudi, manuver yang mirip juga pernah terpantau dalam perbincangan di twitter. Sejumlah akun membuat postingan yang berupaya mengecoh pemilih pemula dengan menyatakan Prabowo hanya dicopot dari dinas kemiliteran karena masalah penculikan.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti, menyatakan, capres militer berpotensi membangun rezim otoritarianisme. Dikhawatirkan, capres seperti ini antikritik dan tidak dialogis. Dikhawatirkan membangun rezim militer dalam kabinet. Polri, jelas Ray, bisa jadi akan disatukan lagi ke TNI. Hal ini menyebabkan bangkitnya dunia militer seperti orde baru.
Pengamat militer Universitas Padjajaran, Muradi Ph.D, menyatakan, Indonesia akan terus tersandera konflik masa lalu jika capres atau cawapres berasal dari TNI pelanggar HAM.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menyatakan isu tersebut menjadi fitnah rutin saat pemilu. "Selalu di daur ulang. Bahkan ada kecenderungan dijadikan fitnah rutin menjelang pemilu. Kalau kita lihat apa yang dituduhkan tidak ada," tegasnya.
Dia menambahkan, soal penculikan yang disebut-sebut dilakukan Prabowo tak ada buktinya hingga kini.
(ful)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.