Ilustrasi (Dok Okezone) JAKARTA - Di usianya yang ke-91 tahun, Nahdlatul Ulama bertekad mempertahankan nasionalisme di kalangan kaum santri serta mendukung terciptanya karakter masyarakat beragama.
"Usia kita cukup tua, maklum jasanya besar tapi sakitnya juga banyak. Sakit gigi enggak kenapa, asal enggak stroke saja. Jadi, setelah melewati berbagai peristiwa, kita kenang sejenak betapa dulu ulama NU sekuat tenaga ingin mewujudkan masyarakat beragama dan berbudaya," terang Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Syukuran Harlah NU ke-91 yang digelar di kantornya, Jumat (16/5/2014) malam.
Mengapa ulama NU dan kaum Nahdliyin peduli pada perwujudan nasionalisme bangsa? Kiai Said melihatnya sebagai sebuah contoh karakter organisasi kemasyarakatan yang luar biasa. Dengan semangat nasionalis disertai nasionalisme ahlussunah wal jamaah, Kiai Said melihat keseriusan para ulama NU mendidik masyarakat melalui pengajaran agama di pondok pesantren.
"Sampai-sampai nama pesantrennya enggak terkenal, tapi desanya seperti Sidogiri, Tambakberas, Tebuireng, Kempek yang lebih terkenal. Itu artinya, dulu para kiai tak mementingkan nama pesantren tapi desanya. Begitulah cara menunjukkan nasionalisme," jelas Kiai Said.
Seiring perjalanan sejarah bangsa Indonesia, NU turut memberi warna tegas. Di zaman penjajahan Belanda, Ponpes Tebuireng pimpinan KH Hasyim Asy'ary dibakar. NU pun pernah dibubarkan oleh bangsa penjajah, Jepang.
Masa perjuangan merebut kemerdekaan RI tak lepas dari peran gerakan pemuda NU, Hizbullah dan Sabilillah yang berujung pada peristiwa 10 November. NU juga berperan aktif di lembaga pra kemerdekaan, BPUPKI dan PPKI.
Usai memproklamasikan kemerdekaan, dinamika politik menyuguhkan tantangan buat NU. Pada masa keemasan PKI, masjid-masjid NU dibakar. Korban pun berjatuhan. Bahkan, sebut Kiai Said, kakek Menteri BUMN Dahlan Iskan yang menjadi pengasuh Ponpes Takeran, Magetan menjadi korban bersama sejumlah orang lainnya.
"Tak jauh beda di zaman Orde Baru. Muncul gerakan de-Nu-isasi, untuk melumpuhkan NU di bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan dakwah. Tapi, alhamdulillah NU bisa bertahan," ungkap Kiai Said.
Alumnus Universitas Ummul Quro' Mesir ini pun mengingat pesan mendiang KH Abdurrahman Wahid. Menurutnya, betapapun besar risikonya, keutuhan NKRI harus dijaga. Artinya, NU boleh saja mengkritik pemerintah, tapi tidak akan melawan negara.
"Karena negara ini juga milik NU. Berkat NU yang sabar, kini kita mengalami masa yang lebih baik, bisa masuk pemerintahan dengan 5 menteri. Insya Allah nanti jadi 10 orang menteri," harap Kiai Said.
"Harlah ke-91 ini kita adakan walaupun sederhana, tapi dengan semangat yang baru, kita harapkan setelah harlah ini NU mempunyai semangat baru, tidak pernah surut semangatnya dalam memperjuangkan program-programnya. Yaitu dakwah, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan kesehatan," imbuhnya.
(ful)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.