JAKARTA - Langkah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri memang tidak terlepas dari kata impor. Dengan melakukan impor, kebutuhan energi akan terpenuhi. Hal ini dilakukan karena produksi dalam negeri tidak mencukupi.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui kegiatan impor saat ini sudah mendapat stigma negatif dari masyarakat. Seperti yang diketahui, Indonesia memenuhi energi gas seperti LPG/elpiji hampir sekira 50 persen dari impor.
"Padahal kalau kita impor harganya lebih murah daripada ekspor sih enggak masalah," ucap
Deputi Komersial SKK Migas Widhyawan Prawiraatmadja di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (23/5/2014).
Dirinya pun mencontohkan, saat ini juga banyak negara melakukan importasi sebesar 100 persen. Menurut dia, selain pemenuhan energi dalam negeri, langkah impor juga dilakukan sebagai langkah antisipasi seperti halnya yang dilakukan PT Pertamina (Persero).
Seperti diketahui, Pertamina sudah melakukan perjanjian kontrak impor gas alam cair (LNG) ke negara Amerika Serikat (AS).
"Contohnya Pertamina sudah kontrak impor gas dari AS, tapi gas nya belum ada, baru ada di 2019. Mereka impor lakukan jaga-jaga. Dan Pertamina lakukan impor belum tentu digunakan untuk dalam negeri saja, mereka impor untuk secure volume LNG," tegas dia.
Ditempat yang sama, Senior Vice President Gas and Power, PT Pertamina (Persero) Salis S Apriliani mengatakan, di masa depan kebutuhan gas dalam negeri di Indonesia akan meningkat pesat seiring mulai menipisnya ketersediaan energi konvensional seperti minyak.
Dikatakan Salis, saat ini konsumsi gas dalam negeri memang belum sebanyak ketersediaan gas yang diproduksi di dalam negeri. Dimana, dari 100 persen produksi gas dalam negeri, baru 50,3 persen saja yang diserap oleh pasar dalam negeri sementara 49,7 persen adalah untuk kebutuhan ekspor.
Untuk itu, Indonesia sebagai negara penghasil gas sebaiknya lebih bijak dalam mengalokasikan gas hasil produksinya. Untuk itu, perlu adanya perubahan paradigma, dimana Indonesia harus lebih bijak memanfaatkan sumberdaya gasnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ketimbang untuk melakukan ekspor.
"Indonesia harus berubah dari LNG Seller (penjual LNG) menjadi LNG Buyer (Pembeli LNG). Kan tadinya kita ekspor LNG, nah untuk memenuhi kebutuhan itu maka perlu ada dilakukan impor. Harus ada perubahan paradigma yang tadinya penjual, jadi pembeli. Itu kan beda. Strategi bisnisnya beda," pungkasnya. (rzy)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda. This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.