Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Susi Tur Andayani tertunduk lemas di hadapan majelis hakim. Susi yang berprofesi sebagai pengacara itu dituntut jaksa penuntut umum (JPU) hukuman pidana 7 tahun penjara.
"Meminta majelis hakim supaya menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun," kata Jaksa Eddy Hartoyo saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (19/5/2014).
Tak cuma itu, Jaksa pada KPK juga menuntut Susi dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa menilai Susi bersama-sama mantan Ketua MK Akil Mochtar terbukti meminta uang suap Rp 3 miliar, yang akhirnya hanya terealisasi Rp 1 miliar kepada Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan terkait penanganan Pilkada Lebak Banten.
Jaksa juga menyatakan, Susi bersama-sama dengan Akil terbukti meminta suap kepada Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza dan Wakil Bupati Lampung Selatan Eki Setyanto sebesar Rp 500 juta. Uang itu diminta terkait penanganan sengketa Pilkada Lampung Selatan 2010.
Adapun Jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan untuk Susi. Hal-hal yang memberatkan, Susi sebagai praktisi hukum tidak mencerminkan upaya pemberantasan korupsi dan telah mencederai peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi (MK).
Sedangkan yang meringankan, Susi dianggap telah menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum.
Merespons tuntutan, Susi menyatakan akan mengajukan pembelaan atau pleidoi pribadinya. "Saya akan membuat (pleidoi) sendiri Yang Mulia," kata perempuan berkacamata itu dengan pelan. Begitu juga dengan penasihat hukumnya.
Ketua Majelis Hakim, Gosen Butar Butar menyatakan sidang ditutup dan kembali digelar pada 26 Mei 2014, dengan agenda pembacaan surat pembelaan atau pleidoi dari kubu terdakwa. (Ans)
(Mevi Linawati) ;
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.