Liputan6.com, Tripoli - Mendapati keluarga dan dirinya diteror dengan serangan sekelompok orang bersenjata, Perdana Menteri Libya yang baru diangkat, Abdullah al-Thinni mengundurkan diri. Pengunduran diri itu disampaikan pada Minggu 13 April 2014.
General National Congress (GNC), parlemen sementara negara itu, menunjuk al-Thinni pada Selasa 8 April 2014, sebagai perdana menteri interim. Dan memberinya 1 minggu untuk membentuk kabinet baru. Namun baru 6 hari menjabat, ia sudah melepaskan kembali 'tahtanya', seperti dimuat CNN, Senin (14/4/2014).
Dalam sebuah surat kepada GNC yang di-posting di website pemerintah, al-Thinni mengatakan ia dan keluarganya menjadi korban dari serangan dari para pengecut pada Sabtu malam. Penembakan yang membuat orang-orang di daerah perumahan itu ketakutan, dan membahayakan kehidupan banyak orang.
"Saya tidak bisa menerima setetes darah Libya yang tumpah karena saya, dan saya tidak bisa menerima untuk menjadi alasan terjadi perang antara orang Libya karena posisi ini," ucap al-Thinni.
"Oleh karena itu, saya minta maaf karena tidak bisa menerima penunjukan saya sebagai perdana menteri interim," ungkapnya.
Sejauh ini, belum ada korban luka yang dilaporkan dalam serangan terhadap al-Thinni dan keluarganya. Tidak ada rincian lebih lanjut tentang insiden yang dipublikasikan ke publik itu.
Seorang warga di lingkungan mengatakan kepada CNN, al-Thinni bersama keluarganya ketika konvoinya diserang oleh milisi dekat ke daerah di mana ia tinggal di Tripoli. Setelah mereka melarikan diri serangan itu dan memasuki lingkungan dekat dengan jalan bandara Tripoli, tembakan berat meletus di daerah.
Sebelum serangan kali ini, ketika al-Thinni menjabat sebagai Menteri Pertahanan, putranya diculik di Tripoli pada September 2013. Baru beberapa bulan kemudian, pada awal tahun ini.
Al-Thinni mengungkapkan, ia dan anggota kabinet akan melanjutkan pekerjaan mereka sebagai pemerintah sementara. Sampai perdana menteri baru dipilih oleh GNC.
Sebelum pengangkatannya pada hari Selasa 8 April, al-Thinni telah mengambil alih kabinet dari pejabat perdana menteri pendahulunya, Ali Zeidan yang terpilih oleh GNC bulan lalu.
Zeidan, yang sempat diculik oleh militan saat di kantor, lalu melarikan diri ke Jerman setelah kemundurannya karena alasan keamanan.
Kekhawatiran meningkat mengenai memburuknya situasi keamanan di Libya, dan transisi negara itu ke demokrasi setelah penggulingan Moammar Khadhafi pada tahun 2011.
Namun pemerintah sejauh ini telah mampu mengerahkan tentara dan polisi, untuk mengendalikan ratusan kelompok-kelompok militan. Para pejabat Libya memang sering menjadi target, dan diintimidasi oleh kelompok-kelompok milisi yang berbeda. (Raden Trimutia Hatta)
(Tanti Yulianingsih )
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.