Bekerja sebagai buruh ternak sejak SMA, Jefri Naldi kini mewujudkan mimpi menjadi dokter hewan di IPB. (Foto: dok. IPB) JAKARTA - Di kampungnya, tangan Jefri Naldi akrab dengan arit. Sehari-hari, dia menyabit rumput untuk memberi makan ternak sapi milik tetangganya.
Ketika sapi itu dijual setelah 2,5 tahun dipelihara, barulah Jefri mendapatkan upah atas jerih payahnya. Jika sapi itu dihargai Rp4 juta, maka Jefri mendapatkan bagian Rp2 juta.
Selain arit, tangan Jefri juga cekatan mengaduk semen, buah dari kerja kerasnya selepas sekolah hingga pukul lima sore. Dari pekerjaan ini, dia mendapat Rp100 ribu setiap minggunya.
"Uang itu saya serahkan semua ke ibu untuk biaya makan. Untuk sekolah saya bergantung pada beasiswa. Ini kalau tidak ada bidikmisi juga saya tidak akan bisa kuliah," kata Jefri.
Jefri adalah salah satu mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diterima melalui jalur Bidikmisi. Jefri mengaku, dia masuk IPB karena ingin membuat ibunya bangga dan ingin menjadi peternak sapi. Melimpahnya pakan alami di sekitar tempat tinggalnya membuat daerah tersebut cocok untuk peternakan.
Perjalanan Jefri menuju Kota Hujan tidaklah mudah. Sang ibu terpaksa mengutang untuk membiayai perjalanannya ke Bogor. Beruntung, ada kakak kelas yang bersedia menampung Jefri sebelum dia masuk asrama IPB.
Namun, hingga akhir masa studi nanti, alumnus SMAN 1 Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, itu tidak perlu pusing memikirkan biaya kuliah. Dia hanya perlu fokus belajar untuk meraih gelar dokter hewan di genggamannya.
Jefri mengenang, sejak kelas satu SMP, dia sudah menjadi yatim. Kematian sang ayah membuat anak keempat dari enam bersaudara itu kehilangan semangat hingga lulus SMP. Padahal, sejak di sekolah dasar, Jefri selalu mencatatkan prestasi akademik yang baik.
"Alhamdulillah, motivasi saya bangkit kembali saat masuk SMA," kata Jefri, seperti disitat dari laman IPB, Rabu (2/7/2014).
Semasa SMA inilah Jefri berjibaku menyelesaikan sekolah sambil bekerja membantu keluarganya. Kesibukan sekolah dan pekerjaan di sore hari ternyata tidak membuat Jefri melupakan belajar. Buktinya, dia selalu meraih rangking dua di kelas.
"Setelah bekerja, saya mandi, shalat Maghrib, makan, shalat Isya lalu tidur. Jam dua pagi saya bangun untuk shalat Tahajud, setelah itu baru belajar hingga pagi," papar Jefri.
Nasib Jefri bisa dibilang cukup baik. Pasalnya, dua kakaknya hanya lulus SMA sedangkan dua kakaknya lainnya terpaksa putus sekolah keterbatasan biaya. (rfa)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda. This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.