Seniman China-Australia Guo Jian. (CNN.com)
Liputan6.com, Beijing - Guo Jian, seorang seniman Australia kelahiran China akan dideportasi atau diusir keluar Negeri Tiongkok. Sebelumnya, ia mengeluarkan pernyataan mengenai peringatan ke-25 tindakan tentara China melakukan kekerasan di Lapangan Tiananmen.
Seperti dikutip Liputan6.com dari VOA News, Sabtu (7/6/2014) dini hari, seniman berusia 52 tahun itu ditahan pada pekan lalu. Ini setelah tulisan mengenai dirinya muncul di surat kabar The Financial Times.
Terkait hal itu, beberapa pejabat Australia mengatakan pada Jumat 6 Juni 2014 bahwa mereka diberitahu pihak berwenang China bahwa Guo ditahan lantaran masalah terkait visa. "Dia (Guo Jian) akan ditahan selama 15 hari dan kemudian akan dideportasi," ucap salah satu pejabat Australia tersebut.
Adapun CNN mewartakan, peneliti China di Amnesty International, William Nee mengatakan waktu deportasi Guo adalah sangat aneh. Ini mengingat seniman itu telah bekerja di China selama beberapa tahun.
"Sejauh yang saya tahu, dia (Guo) tidak meninggalkan negara itu (China) atau bisa ditahan untuk beberapa acara yang tidak terkait lainnya. Itu hampir pasti karena kebebasan berekspresi yang tidak disetujui pemerintah (China)," imbuh Nee.
Guo adalah salah satu dari puluhan aktivis yang ditangkap dalam beberapa pekan menjelang peringatan ke-25 tragedi berdarah di Lapangan Tiananmen.
Ia dibawa ke tahanan pada akhir pekan lalu, sehari setelah The Financial Times menerbitkan sebuah wawancara berikut foto-foto karya terbarunya. Bagian yang disebut `The Square` menunjukkan landmark Beijing tercakup dalam 160 kilogram `daging tanah`.
Dalam artikel yang menyertainya, Guo sangat kritis terhadap tindakan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) pada 4 Juni 1989, ketika pasukan melepaskan tembakan pada warga sipil di sekitar Lapangan Tiananmen. Tragedi ini disebut-sebut menewaskan ribuan orang.
"Militer dianggap sebagai institusi yang dicintai. Tapi di Tiananmen saya menyadari itu bukan, mereka akan membunuh Anda jika diperintahkan untuk itu," kata Guo yang tak lain mantan personel PLA atau Tentara Pembebasan Rakyat.
(Anri Syaiful)