PM Turki Recep Tayyip Erdogan memasuki pintu kereta dan di dalam sudah menunggu Presiden Turki Abdullah Gul. (AFP/Ozan Kose/wwn)
Liputan6.com, Istanbul - Mahkamah Agung Turki memerintahkan pembebasan 230 perwira militer yang dipenjara karena merencanakan kudeta untuk menggulingkan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan.
MA Turki menetapkan bahwa keputusan awal dalam persidangan sebelumnya dinyatakan cacat hukum dan ketetapan yang baru ini membuka peluang untuk dilakukannya persidangan ulang.
Erdogan sendiri mendukung langkah itu pada Januari lalu setelah penasihat seniornya menyatakan para perwira yang dipenjara itu sebenarnya telah dijebak. Demikian dilansir BBC, Jumat (20/6/2014).
Para perwira yang ditahan itu adalah mereka yang dituduh terlibat dalam apa yang disebut dengan kudeta Palu Godam. Mereka dituduh merencanakan pemboman terhadap masjid-masjid dan memicu perang dengan Yunani.
Mereka juga dituduh mengajukan rencana Palu Godam itu dalam seminar militer pada 2003. Rencana itu disebutkan mencakup memprovokasi kerusuhan sipil agar militer bisa turun tangan.
Percobaan kudeta diduga dilatarbelakangi ketegangan hubungan yang berlangsung lama antara partai yang berkuasa AK Party dan kelompok militer.
Pada Februari 2010, polisi menahan Ibrahim Firtina mantan komandan angkatan udara, Ozden Ornek bekas komandan angkatan laut, dan sedikitnya 5 pensiunan pejabat senior di kantor kementerian.
Kudeta Bukan Hal Baru
Dalam sebuah dokumen rahasia yang diungkap ke publik, para bekas petinggi militer itu menyatakan bahwa pemerintahan yang dipimpin Erdogan sudah tidak layak lagi memimpin Turki.
Menanggapi sinyalemene itu, militer Turki membenarkan adanya dokumen tersebut, meskipun sebenarnya sudah pernah dibicarakan dalam sebuah seminar. Tetapi mereka menolak kalau kegiatan itu sebagai bagian dari rencana mendongkel pemerintah.
Upaya pendongkelan pemerintah oleh militer bukan hal baru. Sejak 1960, militer Turki yang berpaham sekuler telah melakukan 4 kali kudeta. Hal itu sebagai bukti bahwa mereka ingin menunjukkan kesetiaan terhadap negara yang berpaham sekuler seperti yang dicita-citakan Mustafa Kemal Ataturk yang mengambil alih kekuasaan dari Kesultanan Turki Usmani.
Di bawah tekanan Uni Eropa, Erdogan telah secara dramatis membatasi kekuasaan militer dan memperkuat posisinya di bawah pemerintahan sipil. Sementara dia juga mendorong tumbuhnya lembaga-lembaga demokratis.
(Rinaldo)