Mantan Ketua MK Akil Mochtar menghadapi sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Senin (30/6/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)
Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis seumur hidup kepada terdakwa kasus dugaan suap pengurusan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) M Akil Mochtar.
Menghadapi vonis terberat yang pernah dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta kepada seorang terdakwa, Akil yang pernah menjabat sebagai Ketua MK hanya sendiri.
Pantauan Liputan6.com, sejak dimulai sekitar pukul 16.00 WIB hingga selesai pada pukul 22.00 WIB, tidak ada satupun anggota keluarga yang mendampingi Akil menjalani sidang.
Ratu Rita, istri Akil Mochtar yang kerap menjenguk suaminya di Rutan KPK pada saat jam besuk tahanan juga tak tampak kehadirannya. Hanya tim pengacaranya yang menemani mantan Wakil Komisi III DPR tersebut.
Padahal, dalam beberapa persidangan dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, selain pengacara, terdakwa juga didampingi pihak keluarga.
Contohnya pada perkara suap gugatan sengketa Pilkada dengan terdakwa Tubagus Chaeri Wardana, Adik kandung mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu didampingi istri, kakak, serta kerabatnya.
Menurut salah satu pengacara terdakwa, Adardam Achyar, Akil Mochtar sengaja tidak mengizinkan pihak keluarga menyaksikan sidang dengan agenda pembacaan vonis tersebut.
"Iya. Pak Akil tidak mau ini disaksikan keluarga. Pak Akil mau menghadapi vonis terberat ini sendiri," ujar Adardam Achyar kepada Liputan6.com di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6/2014) malam.
Pada kesempatan itu, Adardam juga mengaku kecewa dengan vonis yang dijatuhkan kepada kliennya. Menurutnya, dalam memutuskan perkara, hakim yang diketuai Suwidya berada dalam tekanan KPK selaku pihak yang mengusut kasus ini.
"Hakim hanya mengikuti alur dakwaan Jaksa. Itu tidak lazim, hakim tertekan. Kenapa hakim tidak mempertimbangkan ahli yang kami hadirkan? Karena mereka tidak berani hidup mereka dibayang-bayangi KPK. Tadi lihatkan tangan hakim gemetar? Sejak awal hakim Suwidya sudah tidak ada suara, sudah parau, tidak lantang. Hakim memberikan sinyal kepada kami," tandas Adardam.
(Muhammad Ali )