Penjualan perlengkapan berselancar Billabong menurun tajam di AS dan Eropa.
Saham perusahaan pembuat perlengkapan berselancar Billabong anjlok 15% setelah mengalami kerugian tiga kali lipat.
Perusahaan asal Australia ini mengalami kerugian A$859,5 juta atau sekitar Rp8,7 triliun pada 30 Juni lalu, tiga kali lipat dari kerugian tahun lalu sebesar A$275,6 juta.
Billabong saat ini mengalami kesulitan untuk menjaga tingkat penjualan di pasar utama mereka seperti di Amerika Serikat dan Eropa.
Perusahaan ini juga dalam masalah keuangan setelah kebijakan pengembangan internasional justru membuat mereka terjebak dalam utang.
Akibatnya, saham Billabong dalam perdagangan di bursa Sydney anjlok hingga 60% dalam 12 bulan terakhir.
Selain kesulitan di pasar internasional, Billabong juga mengalami pelemahan di pasar dalam negeri di Australia, dan kini tengah menyiapkan berbagai langkah untuk mencoba mengembalikan bisnis mereka.
Sejumlah kebijakan restrukturisasi diantaranya adalah penjualan sejumlah aset, penutupan toko dan mengganti kepala eksekutif.
Direktur Billabong, Ian Pollard, mengatakan perusahaan tengah menghadapi periode tantangan terberat dalam sejarah mereka.
Mereka juga tengah mempertimbangkan untuk meminta bantuan keuangan dari perusahaan AS Altamont Capital Partners dan lembaga pemodal Oaktree Capital Management serta Centerbridge Partners.
"Stabilitas keuangan adalah penting untuk membangun kembali Billabong. Likuiditas akan diamankan dan dalam beberapa pekan kami akan menyelesaikan kesepakatan pendanaan jangka panjang," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Kami mendekati akhir proses yang panjang yang menyebabkan gangguan, yang berdampak pada moral pekerja dan berbiaya tinggi."
Billabong sebelumnya pernah menolak tawaran pengambilalihan sebesar A$850 juta yang diajukan oleh perusahaan pendanaan swasta TPG Capital Management awal tahun lalu.