Ilustrasi. (Foto: Okezone) JAKARTA - Penolakan segelintir pengusaha properti terhadap rencana Kementerian BUMN untuk memperkuat PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) melalui akuisisi oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menimbulkan kecurigaan sejumlah pihak.
Pasalnya, alasan bahwa akuisisi itu akan menghilangkan identitas dan peran BTN di sektor perumahan terlalu mengada-ada. Justru penolakan tersebut dinilai memiliki muatan kepentingan bisnis segelintir pengusaha properti yang memiliki rekam jejak buruk di BTN.
Menurut Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, kecurigaan itu beralasan karena hampir dalam satu dekade rencana akusisi BTN isu penolakannya selalu sama.
"Para pengembang itu jika proyeknya punya margin besar dan risiko yang tinggi menggunakan bank lain. Sedangkan jika dengan margin kecil dengan risiko yang tinggi menggunakan BTN," kata Said di Jakarta, Jumat (25/4/2014).
"Jadi yang saya tangkap BTN ini hanya menjadi tempat pembuangan untuk kredit real estat yang berisiko tinggi," tambah dia.
Sekadar informasi, nilai kredit macet di Bank BUMN paling bontot ini terus membesar setiap tahun. Sejak 2009-2013, kredit macet yang masuk kolektibilitas 5 naik dari hanya Rp1,06 triliun (2009) menjadi Rp 3,15 triliun. Ratio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) BTN juga terus meninggi.
NPL Net BTN di 2009 sebesar 2,75 persen naik menjadi 3,15 persen tahun lalu. NPL BTN ini jauh diatas rata-rata bank BUMN yang berada di bawah 1 persen. Seperti Bank Mandiri NPL net hanya 0,37 persen.
Meningkatnya kredit macet di BTN tersebut membuat beban bank semakin menumpuk. Pasalnya untuk kredit macet yang masuk kolektibilitas 5, BTN harus menyiapkan pencadangan hingga 100 persen atau senilai kredit macet tersebut.
(mrt)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda.