Pages

Sabtu, 03 Agustus 2013

GATRANEWS - KLIK GATRA BARU BICARA
GATRANEWS, Berita Politik dalam dan Luar Negeri // via fulltextrssfeed.com 
Komisi IX Minta Baleg Segera Bahas RUU PPRT
Aug 3rd 2013, 02:47

Created on Saturday, 03 August 2013 09:47 Published Date

Jasa PRT Infal (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)Jakarta, GATRAnews - Komisi IX DPR RI meminta Badan Legislasi (Baleg) segera membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (RUU PPRT), agar RUU ini segera disahkan menjadi UU. Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf, di Jakarta, Sabtu (3/8), saat dimintai tanggapan atas RUU PPRT yang tak kunjung dibahas Baleg.

"Kalau sikap Komisi IX, kan bulat mendukung RUU PPRT, tapi UU ini tanpa merusak tatanan yang sudah ada. Kita punya budaya dan tradisi lokal yang tidak bisa diatur oleh UU PPRT," ujar politisi Partai Demokrat ini.

Menurutnya, disahkannya RUU PPRT tersebut, jangan membuat ketakutan calon pemakai jasa PRT dan PRT. Jika hal itu terjadi, maka UU ini malah bisa jadi bumerang, karena orang akan menghindari memakai jasa PRT yang akan merugikan PRT itu sendiri.

"Ketakutan tersebut membuat ada yang merasa dirugikan, akhirnya malah memperbanyak angka pengangguran," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melalui Presidennya, Said Iqbal, mengultimatum Baleg agar segera membahas RUU PPRT setelah lebaran demi mewujudkan sikap keberpihakan kepada PRT.

Said menegaskan, pihaknya mengultimatum Beleg DPR karena alasan keengganan pengusaha dan pejabat mengesahkan RUU ini merupakan hal yang tak wajar, karena ketakutan jika PPRT diatur, maka hal ini otomatis UU Ketenagakerjaan juga akan memayungi para pembantu.

Jika Baleg tak juga membahas RUU ini, tandas Said, 50 ribu buruh akan melakukan berbagai upaya mendesak Beleg agar segera membahasnya. Pasalnya, banyak TKI yang menjadi korban tindak kejahatan karena tak adanya UU yang tegas melindungi PRT.

Haryati, mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), menderita kebutaan akibat disiksa majikannya di Arab Saudi. Bukan hanya itu, Haryati juga tak mendapat konpensasi atas hak-haknya dari kebutaan tersebut, karena tidak ada payung hukum agar bisa menyeret mantan majikannya tersebut.

"Malang nasib Haryati, karena mendapat majikan yang galak dan menyiksanya, temasuk membenturkan kepala ke tembok, sehingga merusak syaraf mata dan mengakibatkan kebutaan," tutur Anggota Pansus Revisi Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Eva K Sundari.

Dalam keadaan buta, imbuh Eva, Haryati dipaksa majikannya tetap bekerja. Permintaan dipulangkan pun ditolak majikan, sehingga baru tahu 2010 lalu, itupun saat kontraknya habis, dia baru bisa dipulangkan ke Indonesia.

Sudah terjatuh tertimpa tangga pula, itulah pribahasa yang bisa menggambarkan nasib Haryati. Pasalnya, setibanya di tanah air dalam kondisi mengalami kebutaan dan penyiksaan, dia tidak bisa menerima hak-haknya, berupa kompensasi atas kecacatannya tersebut, karena kasusnya tidak dapat diproses secara hukum.

Haryati pun berupaya mencari keadilan, mulai dari mendatangi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), hingga DPR.

"Santunan-santunan dia terima, tetapi hak normatifnya berupa asuransi kecelakaan kerja tidak diperoleh hingga saat ini. Dia masih mengharap Kemenakertrans membantu untuk mendapat haknya tersebut, walaupun yang paling diinginkannya adalah bisa melihat kembali seperti sedia kala," ucap anggota Komisi III DPR RI ini. (IS)

Berita Lainnya :

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions