Pages

Senin, 17 Juni 2013

BBCIndonesia.com | Berita
// via fulltextrssfeed.com
Peraturan mobil murah dianggap tak lindungi merek nasional
Jun 14th 2013, 08:30

Awal Juni ini, pemerintah resmi mengeluarkan PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang insentif pajak barang mewah (PPnBM) bagi produksi mobil ramah lingkungan.

Dengan potongan pajak ini, mobil-mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan memiliki konsumsi bahan bakar minyak setidaknya 20 km per liter dapat dipasarkan lebih murah dengan perkiraan harga di bawah Rp100 juta.

Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian, Budi Darmadi menjelaskan peraturan tersebut dibuat untuk meningkatkan daya saing industri nasional.

"Tujuannya untuk mendatangkan investasi dan kemandirian teknologi, insentif diberikan kepada industri perakitan dan komponen khusus untuk mobil kelas 1.200 cc dan 1.500 cc -untuk diesel- dengan potongan 25% hingga 100%," jelasnya Senin (10/06) kemarin.

mobil

Regulasi tersebut dianggap tidak membantu pengembangan mobil merek nasional seperti mobil Marmut Listrik (Marlip) dibuat oleh LIPI ini misalnya.

Budi menilai insentif ini penting tidak hanya untuk mengangkat daya saing industri mobil nasional, tetapi juga memiliki dampak besar pada penciptaan lapangan pekerjaan baru.

"Kita tidak bisa melarang orang membeli mobil. Pilihannya apakah mobil itu disuplai oleh dalam negeri atau impor? Kalau saya pilih dibuat dari dalam negeri," sambungnya.

Saat ini, menurut Budi, sudah ada 10 investasi di bidang perakitan dan sekitar 100 investasi di bidang komponen dengan nilai mencapai US$6,5 miliar. Investasi sebesar ini akan membuka setidaknya 30.000 lapangan pekerjaan baru yang tentunya menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.

Kompetisi

Insentif pajak mobil ramah lingkungan

Pengenaan pajak (PPnBM) 0% dari harga jual untuk kendaraan bermotor termasuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau, selain sedan dan station wagon, dengan persyaratan:

1. motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.

2. motor nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter atau bahan bakar lain yang setara dengan itu.

Sumber: PP No.41 Tahun 2013

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Gaikindo, menyambut baik dikeluarkannya regulasi tersebut.

Pasalnya, industri mobil di Indonesia kini bersaing cukup ketat dengan Thailand. Produksi mobil di negeri gajah putih itu sudah cukup pesat didorong regulasi serupa.

"Tahun lalu pasar domestik kita produksinya 1,1 juta, sementara Thailand 1,4 juta. Ini untuk domestik saja, sedangkan produksi Thailand total bisa sampai 2,2 juta, jadi sebagian ada pasti ada yang impor termasuk ke Indonesia," ujar Eddy Sumedi, Sekretaris Gaikindo.

Sementara itu agen tunggal pemegang merek atau ATPM seperti Toyota dan Daihatsu yang berproduksi di Indonesia mengaku sudah siap memproduksi mobil emisi rendah.

Mobil irit dengan merek Agya dan Ayla ini dibandrol murah dengan kisaran harga Rp80 juta hingga Rp100 juta.

"Setelah PP, akan dilanjurkan dengan penerbitan peraturan pendukung dari Kementrian Perindustrian dan Keuangan. Kalau ditanya siap produksi atau tidak, Toyota dan Daihatsu sudah siap sejak Januari kemarin," kata Presiden Direktur Toyota Astra Motor, Johnny Darmawan.

"Dulu sempat 20.000 orang yang sudah ingin pesan tetapi karena PP-nya tertunda terus, kita sekarang tidak tahu berapa orang yang masih berminat," sambungnya.

Johnny memperkirakan satu atau dua bulan ke depan, ketika peraturan pendukung sudah keluar, pihaknya sudah bisa memasarkan.

Susah bersaing

tawon

Mobil Tawon sudah siap produksi dengan kapasitas 300 hingga 500 unit per bulan.

Namun regulasi mobil murah ini dikritik oleh beberapa pihak karena dianggap tidak memihak pengembangan mobil bermerek nasional.

Pengamat otomotif Suhari Sargo mengatakan peraturan ini hanya menguntungkan agen tunggal pemegang merek saja, seperti Toyota atau Daihatsu di Indonesia. Sementara industri mobil dengan merek nasional seperti Esemka, Tawon, dan Kancil sampai sekarang masih dibina setengah hati.

"ATPM itu juga pemiliknya asing, sementara kita sendiri tidak pernah dengan serius membangun mobil merek nasional. Kalau pemerintah mau membuat mobil murah, harusnya perusahaan-perusahaan kecil itu yang dibina," katanya.

Penjualan mobil di Indonesia

Penjualan per tahun

  • 2013: 497.670 unit (periode Jan-Mei)
  • 2012: 1.116.230 unit
  • 2011: 894.164 unit
  • 2010: 764.710 unit
  • 2009: 483.548 unit
  • 2008: 603.774 unit

Sumber: Gaikindo

Senada, Dewa Yuniardi, dari Asosiasi Industri Automotif Nusantara mengatakan mobil nasional seperti merek Tawon yang kini sudah diproduksi terbatas tidak akan mampu bersaing dengan mobil bermerek asing yang semakin murah.

"Harga mereka turun, harga kita turun juga tapi tidak signifikan. Jadi, kalau cuma selisih Rp10 juta hingga Rp20 juta, konsumen pasti tidak akan pilih produk kami. Karena selain kami pemain baru, teknologi dan investasi kami juga masih kalah."

Dewa mengatakan mobil Tawon saat ini berkisar Rp40 juta hingga Rp70 juta dengan kapasitas produksi 300-500 unit per bulan. tetapi produsen masih takut memasarkan secara massal.

"Kami belum berani pastikan produksi sebelum pelaksanaan peraturan ini jelas, karena kalau regulasi ini diterapkan, kita bakal mati. Kita harus lihat dulu bagaimana keberpihakan pemerintah terhadap kita?" sambungnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions